B. POLA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Pola pertumbuhan dan perkembangan
terjadi secara terus menerus. Pola ini merupakan dasar bagi semua kehidupan
manusia, petunjuk urutan dan langkah dalam perkembangan anak ini sudah
ditetapkan tetapi setiap orang mempunyai keunikan secara individu. Pertumbuhan
fisik dapat dilihat secara lebih nyata, namun sebenarnya disertai pula dengan
pertumbuhan psikososial anak dan diikuti dengan hal-hal dibawah ini:
1.
Directional
Trends
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara teratur,
berhubungan dengan petunjuk atau gradien atau reflek dari perkembangan fisik
dan maturasi dari fungsi neuromuscular. Prinsip-prinsip ini meliputi:
a.
Cephalocandal
atau Head to tail direction (dari
arah kepala ke kaki) misalnya: mengangkat kepala, duduk kemudian mengangkat
dada dan menggerakkan ekstremitas bagian bawah.
b.
Proximadistal atau near to far direction
(menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat dan pada anggota
gerak yang lebih jauh dari pusat) misalnya: bahu dulu baru jari-jari
c.
Mass
to specific
atau simple to complex (menggerakkan daerah yang lebih sederhana dulu baru
kemudian yang lebih komplex)
misalnya: mengangkat bahu dulu baru kemudian menggerakkan jari – jari yang lebih sulit atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari.
misalnya: mengangkat bahu dulu baru kemudian menggerakkan jari – jari yang lebih sulit atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari.
2.
Sequential
Trends
Semua dimensi tumbuh kembang dapat diketahui maka sequence
dari tumbuh kembang tersebut dapat diprediksi, dimana hal ini berjalan secara
teratur dan kontinyu. Semua anak yang normal melalui setiap tahap ini. Setiap
fase dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Misal : tengkurap – merangkak – berdiri
– berjalan.
3.
Sensitive
Periode/Masa
Sensitif
Pada waktu-waktu yang terbatas selama proses tumbuh kembang
dimana anak berinteraksi terutama dengan lingkungan yang ada, kejadian yang
spesifik. Masa-masa tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Masa kritis
b.
Masa sensitif
c.
Masa optimal
B.
Pola
Directional Trends,
Peristiwa yang terjadi selama
proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak, meliputi:
1.
Pola
perkembangan fisik yang terarah
Terdiri dari dua prinsip yaitu
cephalocaudal dan proximal distal (Wong, 1995)
a.
Cephalocaudal
pola pertumbuhan dan perkembangan
yang dimulai dari kepala yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala yang
lebih besar, kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakkan lebih cepat
dengan menggelengkan kepala dan dilanjutkan ke bagian ekstremitas bawah lengan
,tangan dan kaki.
b.
Proximaldistal
pola pertumbuhan dan perkembangan
yang dimulai dengan menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat/sumbu tengah, seperti menggerakkan bahu dahulu baru kemudian jari-jari.
c.
Simple to Complex
menggerakkan
daerah yang lebih sederhana dulu baru kemudian yang lebih complex. misalnya:
mengangkat bahu dulu baru kemudian menggerakkan jari – jari yang lebih sulit
atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari
C. Pola yang
mengikuti Sensitive Periode
Selama masa ini, anak secara khusus
mudah menerima stimulasi-stimulasi tertentu. Pengenalan mengenai
periode-periode ini akan membantu orangtua untuk membantu anak memahami dan
menguasai lingkungannya. Selain itu, orangtua dapat memberikan stimulus yang
tepat kepada anak pada waktu yang tepat dengan cara mengamati apa yang terjadi
pada anak.
Periode-periode
sensitif itu menurut Maria Montessori adalah:
1.
Lahir
– 3 tahun: pikiran dapat menyerap pengalaman-pengalaman sensoris
2.
1,5
– 3 tahun: perkembangan bahasa
3.
1,5
– 4 tahun: koordinasi dan perkembangan otot, minat pada benda-benda kecil
4.
2
– 4 tahun: peneguhan gerakan, minat pada kebenaran dan realitas, menyadari
urutan dalam waktu dan ruang
5.
2,5
– 6 tahun: peneguhan sensoris
6.
3
– 6 tahun: rawan pengaruh orang dewasa
7.
3,5
– 4,5 tahun: menulis
8.
4
– 4,5 tahun: kepekaan indera
9.
4,5
– 5,5 tahun: membaca
Periode sensitive
diantaranya terdiri dari:
1.
Masa Kritis
masa yang
apabila tidak dirangsang/berkembang maka hal ini tidak akan dapat digantikan
pada masa berikutnya.
2.
Masa
Sensitif
mengarah
pada perkembangan dan mikroorganisme. Misalnya pada saat perkembangan otak,
ibunya menderita flu maka kemungkinan anak tersebut akan
hydrocepallus/encepalitis.
3.
Masa Optimal
suatu masa
diberikan rangsangan optimal maka akan mencapai puncaknya. Misalnya: anak usia
3 tahun/saat perkembangan otak dirangsang dengan bacaan-bacaan/gizi yang
tinggi, maka anak tersebut dapat mencapai tahap perkembangan yang optimal.
Perkembangan ini berjalan secara pasti dan tepat, tetapi tidak sama untuk
setiap anak. Misalnya:
1) ada yang lebih dulu bicara baru
jalan atau sebaliknya
2) ada yang badannya lebih dulu
berkembang kemudian subsistemnya dan sebaliknya dan sebagainya.
Tahap-tahap
Perkembangan Psikososial (Erik Erikson 1963)
•
Percaya
Vs Tidak Percaya (0-1 thn)
•
Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu (1-3)
•
Inisiatif Vs Rasa Bersalah (3-6 thn)
•
Produktivitas Vs Harga Diri Rendah ( 6-12 thn)
•
Identitas Vs Difusi Peran (12-18 thn)
Tahap-tahap
Perkembangan Intelektual
•
Sensori Motoris ( lahir-2 thn)
•
Pre Operasional (2-7 thn)
•
Konkrit Operasional ( 7-11 thn)
•
Format Operasional ( 11-dws)
Tahap-tahap
Perkembangan Psikoseksual:
•
Oral (0-1 thn)
•
Anal (1-3 thn)
•
Phallic (3-6 thn)
•
Paten
(6-12
thn)
•
Genital
(12- remaja)
1.
TAHAP-TAHAP
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Dalam bukunya
“Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan
delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang
biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”.
Terdapat 8 jenis
tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson.
a.
Psikososial Tahap 1
Trust vs Mistrust (kepercayaan vs
kecurigaan)
Tahap
ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
b.
Psikososial Tahap 2
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Tahap
ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa
balita yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
c.
Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahan
Inisiatif vs kesalahan
Tahap
ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
d.
Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas
Kerajinan vs inferioritas
Tahap
ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai
keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek
memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi
perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk
dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak
dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena
mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah
diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat
baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada.
Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri
setiap pribadi yakni kompetensi
e. Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas
Identitas vs kekacauan identitas
Tahap
ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan
berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan
semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di
masyarakat. Pencarian jati diri mulai berlangsung dalam tahap ini. Apabila
seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik
maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja
bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas
pada diri remaja tersebut
f.
Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi
Keintiman vs isolasi
Tahap
ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun.
Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai
positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan
cinta secara luas dan universal (misal pada keluarga, teman, sodara, binatang,
dll).
g.
Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi
Generatifitas vs stagnasi
Masa
dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia
sekitar 20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga
terdapat salah satu tugas yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna
mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan
tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin dicapai dalam masa ini
adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan stagnasi guna
mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini
meliputi generational dan otoritisme. Generational merupakan interaksi yang
terjalin baik antara orang-orang dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan
otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang baik antara orang dewasa
dengan para penerusnya karena adanya aturan-aturan atau batasan-batasan yang
diterapkan dengan paksaan
h.
Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan
Integritas vs keputus asaan
Tahap
ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit
dilewati karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri.
Mereka akan memikirkan kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya,
baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang
tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam segala hal dan banyak mencapai
keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa senja nya. Namun
sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan timbul
keputus asaan.
2. Tahap-tahap Perkembangan Intelektual
Jean Piaget(Bybee dan Sund, 1982)
membagi perkembangan intelek/ kognitif menjadi empat tahapan sebagai berikut.
a.
Tahap
Sensoris – Motoris
Tahap ini dialami pada
usia 0-2 tahun. Pada anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandai
oleh kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas. Segala
perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori-motoris
tersebut.
Menurut Piaget (Bybee dan
Snd, 1982:2), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk
orang tuanya terutama dilakukan melalui parasaan dan otot-ototnya. Interksi ini
terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi dari lingkungannya.
Dalam melakukan
interaksi dengan lingkungannya, temasuk juga dengan orang tuanya, anak
mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan,
melakukan berbagai gerakan dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan
tindakan-tindakannya.
b.
Tahap
Praoperasional
Tahap
ini berlangsung pada usia2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh
suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak di dukung oleh
perasaan, kecenderungan alamiah, sika-sikap yang diperoleh dari orang-orang
bemakna dan lingkungan sekitarnya.
Pada
tahap ini menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982). Anak sangat bersifat
egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan
lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang
lain, anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih
banyak mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksia dengan
lingkungannya, ia masih sulit untuk membaca kesempatan atau kemungkinan karena
masih punya anggapan bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap
situasi.
Pada
tahap ini, anak tidak selalu ditentukan oleh pengamatan indrawi saja, tetapi
juga pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta serta menggunakanya,
terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap
untuk belajar bahasa, membaca dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang
benar untuk berbicara kepada anak, akan mempunyaim akibat sangat baik pada perkembangan
bahasa mereka. Cara belajar yang memegang peran padatahap ini adalah intuisi.
Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan
pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Sering kali kita lihat anak berbicara
sendiri pada benda-benda yang ada di sekitarnya., misalnya pohon, anjing,
kucing dan sebagainya, yang menurut mereka benda-benda tersebut mendengar dan
berbicara. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan
kekayaan bahasanya. Piaget menyebut tahap ini sebagai collective monologue,
pembicaraan yang egosentris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
c.
Tahap
Operarasional Kongkret
Tahap
ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan
diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya.
Pada tahap ini, menurut Piaget (Bybee an Sund, 1982), interaksinya dengan
lingkungan, termasuk dengan orang tuanya, sudah makin berkembang dengan baik
karena egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang,
mengevaluasi dan menjelaskan pikiran-pkiran orang lain dalam cara-cara yang
kurang egosentris dan lebih objektif.
Pada
tahap ini anak juga memiliki hubungan fungsional karena mereka sudah menguji
coba suatu permasalahan. Cara berfikir anak yang masih bersifat konkret
menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi
tentang sesuatu yang konkret. Di sini sering terjadi kesulitan antara orang tua
dan guru. Misalnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah,
tapi cara yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru sehingga anak tidak
setuju. Sementara sering sekali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan
oleh gurunya ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang
diberikan oleh guru maupun orang tuanya sama-sama tidak dimengerti oleh anak.
d.
Tahap
Operasional Formal
Tahap
ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak telah
mampu mewujudkan suatu keseluruhan pada pekerjaannya yang merupakan hasil dari
berfikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga
dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Pada
tahap ini, menurut Piaget (Bybeeand Sund, 1982), interaksi dengan lingkungan
sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk
dapat berinteraksia dengan orang dewasa. Kondisi seperti ini tidak jarang
menimbulkan masalah dalam interaksinya dengan orang tua. Namun, sebenarnya
secara diam-diam mereka juga masih mengarapkan perlindungan dari orang tua
karena belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Jadi,
pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin
dilindungi. Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran
formalnya, mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat
menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti.
Melibatkan mereka dalam suatu kegiatan akan lebih memberi akibat yang positif
bagi perkembangan kognitifnya. Misalnya, menulis puisi, lomba karya ilmiah,
lomba menulis cerpen dan sejenisnya.
3. Tahap-tahap perkembangan
psikoseksual
Freud menjabarkan bahwa ada lima tingkatan yang kita lalui :
a. Oral (0-2 tahun)
b. Anal (2-3 tahun)
c. Phalik (3-6 tahun)
d. Laten (6-11 tahun)
e. Genital (11+tahun)
1)
Fase Oral
Pada
tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting
untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan
memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena
bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi
makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui
stimulasi oral. Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak
harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada
tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan
atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok
makan, atau menggigit kuku
2)
Fase Anal
Pada
tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar.
Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk
mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa
prestasi dan kemandirian.
Menurut
Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara
di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan
pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong
hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya
bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi
orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun,
tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan
selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu
seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai
dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang
terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat
berkembang di mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian
berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu
tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3)
Fase Phalic
Pada
tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak
juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak
laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu.
Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan
untuk menggantikan ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum
oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah
Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan
yang dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa
gadis-gadis bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya,
anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat
vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud
percaya bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua
wanita tetap agak terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney
sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan merendahkan perempuan.
Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri
karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4)
Fase Latent
Periode
laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan
ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini
sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan
kepercayaan diri.
Freud
menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak
ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak
perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan
dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode
terpisah.
5)
Fase Genital
Pada
tahap akhir perkembangan
psikoseksual,
individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam
tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan
orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan
sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap
ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar