BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Peritonium
merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu colon. Dari
kedua rongga terdapat endoterm yang merupakan enteron. Enteron di daerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling
mendekat, sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium. Dengan adanya kelinan
pada organ-organ rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding peritonium itu
sendiri. Seperti apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan
strangulasi jalan cerna. Peritonitis merupakan peradangan peritonium,
peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur. Pada keadaan
normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri. Bakteri yang virulen merupakan
faktor yang mempermudah peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah
harus segera diambil, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit
yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggualangan tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Oleh
sebab itu dalam makalah ini kami akan menggali lebih dalam mengenai peritonitis.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Laporan
pendahuluan pada perikarditis ?
2.
Asuhan
Keperawatan pada perikarditis ?
I.3 TUJUAN PENULISAN
Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1.
untuk
memahami bagaimana laporan pendahuluan pada peritonitis ?
2.
untuk
memahami asuhan keperawatan pada kasus peritonitis ?
I.4 MANFAAT PENULISAN
Dengan adanya makalah seminar ini,
diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan perilaku kekrasan serta mampu mengimplementasikannya dalam proses
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
Laporan Pendahuluan
A.
Konsep
peritonitis
1. Pengertian
Peritonitis
adalah peradangan pada peritonium (lapisan membran serosa rongga abdomen).
peradangan peritonium merupakan komplikasi yang berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen(misalnya apendiksitis,
salpingitis) ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptura
apendiks sedangkan stavilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
reaksi
awal peritonium terhadap infasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. kantong-kantong nanah( abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitanya membatasi
infeksi. perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang telah dapat mengakibatkan obstruksi usus.
bila
bahan menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium atau bila infeksi
menyebar dapat timbul peritonitis umum. dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik. usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. perlekatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
gejala
berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis
organisme yang bertannggung jawab. gejala-gejala yang utama adalah sakit perut
(biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa
bunyi. demam dan leukositosis sering terjadi, prognosis baik pada bentuk
peritonitis lokalj dan ringan, dan mematikan pada peritonitis umum akibat
organisme pirulen.
prinsip
umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan penghisapan nasogastrik/intestinal, penggantian cairan dan
elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
2. Klasifikasi
peritonitis
peritonitis dibagi
menjadi 3:
a. peritonitis
primer/spontan
gambaran:
-
biasa terjadi pada masa anak-anak dengan
sindrom nefrotik atau sirosis hati,
-
tidak ada sumber infeksi pada
intraperitonial
-
lebih banyak diderita perempuan daripada
laki-laki
-
kuman masuk melalui aliran darah atau
alat genital
-
rasa sakit dan lemas
-
dehidrasi dan nyeri tekan
-
otot abdomen tegang
-
kembung
-
bunyi peristaltik usus sulit ditemukan
penatalaksanaan:
-
Pembedahan
-
Antibiotik
b. peritonitis
sekunder
gambaran:
-
kuman yang masuk banyak, biasa dari GIT
dan imun klien
-
kuman campuran, aerob dan anaerob
-
adanya sumber infeksi intaperitonial,
apendiksitis, difertikulitis, salpingitis, kolesistitis, pankreatitis dan
sebagainya
-
dapat dari trauma yang menyebabkan
ruptur dan GIT/perforasi setelah endoskopi, biopsi/kolikpetomi endoskopik
-
dapat terjadi keganasan GIT
-
tertelannya benda asing dan tajam
-
sangat nyeri
-
tidak berani bergerak saat tidur
-
nafas pendek
-
awalnya tensi turun sedikit dan nadi
lebih cepat, kemudian masuk dalam renjatan dengan nadi kecil dan lebih cepat
-
hipovolemia
-
abdomen terganggu
pengobatan :
-
supertiv
-
infus darah plasma atau whole blood dan
albumin, larutan ringer, dekstrosa 5% atau Nacl fisiologis
-
kortikosteroid
-
oksigen untuk hipoksia
-
antibiotik untuk bakteri aerob dan
anaerob
-
pembedahan(mencari penyebab, menutup
kebocoran dan membersihkan rongga peritonium)
c. peritonitis
yang disebabkan pemasangan alat
gejala klinis:
-
sakit
-
panas
etiologi:
-
kateter fentrikulo peritonial yang
dipasang pada pengobatan hidrochepalos
-
kateter peritonium jugular untuk
mengurangi asites
-
kontinous ambulatory peritonea dialysis
penatalaksanaan:
-
antibiotik
-
kateter dcabut
-
bila terjadi kista, ganti dengan
fentrikulo atrial/reposisi kateter dirongga peritonium
-
penyuluhan penggunaan kloset fluid
sistem untuk diganti peritonial dialisa
B. Etiologi
Invasi
kuman ke lapisan peritoneum dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada sistem
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ didalam abdomen. (Rotsein.
1997). Atau perforasi organ pascatrauma abdomen. (invatuy, 1998). Penyebab
terjadinya peritonitis adalah invasi kuman bakteri ke dalam rongga peritonium.
Kuman yang paling sering menyebabkan infeksi meliputi:
-
Gram negatif :escherichia coli (40%), klebsiella pneumoniae (7%), pseudomonas
species, proteus species, gram negatif lainya (20%).
-
Gram positif :streptococcus pneumoniae (15%), streptococccus lainya (15%),
dan stapylococcus (3%). Mikroorganisme anaerob kurang dari 5%.. (Cholongitis
2005)
C. Patofisiologi
Infasi kuman ke lapisan
peritonium
Sebagai kelainan pada sistem
gastrointestinal
-
Rasa
sakit dan lemas - Sangat
nyeri perut - Peritonitis disebabkan
-
Dehidrasi
dan nyeri - Tidak bisa gerak saat
tidur pemasangan alat
Tekan - napas pendek - Panas
-
Otot
abdomen tegang - Awal tensi menurun - sakit perut
-
Kembung sedikit dan nadi
lebih cepat
-
Bunyi peristaltik sulit kemudian masuk dalam
renjatan
Ditemukan dengan nadi kecil dan cepat
-
Kuman
masuk melalui - Hipovolemia
aliran darah/alat genital - Abdomen tegang
-
Lebih
banyak perempuan - Kuman
masuk dari GIT
Respon lokal syok
sepsis gangguan GIT respon sistemik
hipertermi
|
Gangguan
rasa nyaman (nyeri)
|
Ketidakseimbangan
nutrisi dan cairan
kesadaran Dan cairan
|
Perubahan tingkat
kesadaran
D. Manifestasi
klinis
-
Nyeri abdomen, nyeri ketuk dan bunyi
timpani peningkata suhu tubuh, mual, muntah
-
peningkatan kecemasan
-
suhu badan pasien akan naik > 38o,
dan terjadi takikardi, hipotensi
-
pasien tampak latergi, serta syok
-
distensi abdomen (kekakuan dinding
perut)
-
Pasien dengan peritonitis berat
menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi
ketegangan dinding perut
-
perut sering mengembung di sertai tidak
adanya bissing usus.
-
hilangnya bising usus
berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik:
-
Inspeksi :
pasien terlihat
kesakitan dan lemah
-
Auskultasi :
penurunan atau
hilangnya bising usus
-
Palpasi :
nyeri tekan abdomen
(tanderness), peningkatan suhu tubuh. Adanya darah atau cairan dalam rongga
peritoneum akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan
peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defens muscular. Pekak hati dapat
menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma.pemeriksaan rectal dapat
memunculkan nyeri abdomen, colok dubur kearah kanan mungkin mengindikasikan
apendisitis, dan apabila bagian anterior penuh dapat mengindikasikan sebuah
abses.
-
Perkusi :
nyeri ketuk dan bunyi
timpani terjadi akibat adanya flatulen
E. Penatalaksanaan
.
Secara
umum tujuan dari penatalaksanaan medis, meliputi hal-hal sebagai berikut
(Bandy, 2008).
-
Untuk mengontrol sumber infeksi.
-
Untuk menghilangkan bakteria dan toksin.
-
Untuk menjaga fungsi sistem organ
-
Untuk mengontrol proses inflamasi.
Intevensi
yang dilaksanakan, meliputi hal-hal sebagai berikut (Peralta, 2006).
-
Terapi antibiotik sistemik.
-
Perawatan intensif dengan pemantauan
hemodinamik, paru-paru dan ginjal.
-
Nutrisi dan metabolik suport.
-
Terapi modulasi respons peradangan.
F. Pemeriksaan
Diagnostik
Pengkajian
pemeriksaan diagnostik terdiri atas pemeriksaan laboraturium, pemeriksaan
radiografik, dan USG.
1) Pemeriksaan
laboraturium, meliputi (Laroche, 1998) hal – hal sebagai berikut.
-
Sebagian besar pasien dengan infeksi
intra-abdomen menunjukkan leukositosis (>11.000 sel/µL).
-
Kimia darah dapat mengungkapkan
dehidrasi dan asidosis.
-
Pemeriksaan waktu pembekuan dan
perdarahan untuk medeteksi disfungsi pembekuan.
-
Tes fungsi hati jika diindikasikan
secara klinis.
-
Urinalisis penting untuk menyingkirkan
penyakit saluran kemih ( misalnya: pielonetritis, batu ginjal penyakit), namun
paasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukkan sel
darah putih dalam air seni dan mikrohematuria.
-
Kultur darah untuk mendeteksi agen
infeksi septikemia.
-
Cairan peritonial ( yaitu paracentesis,
aspirasi cairan perut dan kultur cairan peritonial). Pada peritonitis
tuberkulosa, cairan peritoneal mengandung banyak protein ( lebih dari 3 gr/100
ml) dan banyak limfosit: basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2) Pemeriksaan
radiografik
-
Foto polos abdomen
kondisi ileus didapatkan usus halus dan
usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dalam kebanyakan kasus anterior
perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh lebih jarang dengan perforasi dari
usus kecil dan usus besar, serta tidak biasa dengan appendiks perforasi. Tegak
film berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah diafragma ( paling
sering di sebelah kanan) sebagai
indikasi adanya viskus berlubang (Bandy, 2008).
-
Computed tomography scan
CT scan abdomen dan panggul tetap
menjadi studi diagnostik pilihan untuk abses peritoneal. CT scan ditunjukkan
dalam semua kasus dimana diagnosis tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan
temuan di foto polos abdomen. Abses peritoneal dan cairan lain dapat diambil
untuk diagnosis atau terapi bawah bimbingan CT (Kleinhaus, 1982).
-
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
suatu modalitas pencitraan muncul untuk
diagnosis dicurigai abses intra-abdomen. Abses abdomen menunjukkan penurunan
intensitas sinyal dan hemogen atau peningkatan intensitas sinyal heterogen
(Peralta, 2006).
-
USG
USG abdomen dapat membantu dalam
evaluasi kuadran kanan atas ( misalnya perihepatic abses, kolesistis, bioloma,
pankreatitis, pankreas pseudocyst), kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis
(misalnya: apendisitis, abses tuba – ovarium, abses Douglas), tetapi terkadang
pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi perut, dan gangguan
gas usus. USG dapat mendeteksi jumlah kurang dari 100 ml sangat terbatas
(Peralta, 2006).
II.
2
Asuhan Keperawatan
A. Contoh
kasus dengan peritonitis
Ny
M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 3 juni 2014, datang dengan keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah
Ny M post op Apendixitis. Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang
rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan
berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi dan kembung. sejak
2 hari yang lalu pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing,
tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis, klien tampak cemas dan
lelah, minum hanya 700 cc/hari. Klien mengatakan tubuh terasa panas sehingga
klien sering keluar keringat. Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 5-6
hari, sehingga perutnya terlihat membesar dan terasa tidak nyaman.
Hasil
inspeksi: membran mukosa kering, mata cowong, turgor kulit menurun., wajah
tampak kemerahan, pasien terlihat menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul
tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut, hasil palpasi terdapat
nyeri tekan abdomen, akral hangat. hasil perkusi terdapat nyeri ketuk dan bunyi
hipertimpani. bissing usus tidak terdengar (Bunyi peristaltik = O). BB menurun
sebelum sakit 75 kg waktu sakit 60 kg
Berdasarkan
observasi TTV dihasilkan TD: 130/80 mmHg, N: 120 x/menit, S: 40OC. Hasil
pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukosit: 15.000 sel µ/l. HB: 10 g/dl, dari
hasil foto polos abdomen di dapatkan usus halus dan usus besar berdilatasi,
nilai elektrolit normal. Dx Medis: Peritonitis
B. Pengkajian
1. Data
subyektif
a. Identitas
pasien :
-
Nama :
Ny. M
-
Umur :
25 tahun
-
MRS :
03 Juni 2014
-
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
-
Dx Medis :
Peritonitis
b. Keluhan
utama
Pasien mengatakan nyeri
abdomen setelah post op apendixitis.
c. Riwayat
penyakit sekrang
Ny
M usia 25 tahun masuk RS pada tanggal 3 juni 2014, datang dengan keluhan nyeri abdomen sejak 4 hari yang lalu setelah
Ny M post op Apendixitis, Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi kadang
rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat mengganggu dan
berat), ketika kambuh nyeri disertai panas tubuh yang tinggi disertai kembung. 2
hari yang lalu pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai pusing,
tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis, klien tampak cemas dan
lelah, minum hanya 700 cc/hari. Klien mengatakan tubuh terasa panas sehingga
klien sering keluar keringat. Klien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 5-6
hari, sehingga perutnya terlihat membesar dan terasa tidak nyaman. Karena
kondisi tersebut klien MRS pada tanggal 03 Juni 2014
d. Riwayat
penyakit dahulu
pasien mengatakan mempunyai
riwayat penyakit apendixitis
e. Riwayat
penyakit keluarga
Pasien mengatakan
keluarga mempunyai riwayat apendixitis dan gastritis
2. Data
Obyektif
a. Kesadaran
: composmentis 3-4-5
b. Kondisi
umum : lemah, lelah, kesakitan
c. Skala
nyeri : Skala nyeri 7 (nyeri
sangat mengganggu dan berat)
d. Observasi
TTV:
TD: 130/80 mmHg S
: 40oC
N : 120x/mnt RR:
20x/mnt
e. Pemeriksaan
fisik :
1) B1
(Breating) :
- Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan
otot bantu napas
- Palpasi : fokal fremitus kanan kiri sama
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler, tidak ada suara tambahan
2) B2
(Blood) :
-
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
-
Palpasi
: PMI teraba
-
Perkusi : pekak
-
Auskultasi :
S1, S2 terdengar bunyi tunggal
3) B3
(Brain) :
Kesadaran composmentis
(3-4-5)
4) B4
(Bowel) :
-
Inspeksi :
Simetris, kembung
-
Auskultasi : Bissing usus menghilang (bunyi
perstaltik = o)
-
Perkusi : Hipertimpani, hepar dan lien
redup
-
Palpasi :Hepar
lien tidak teraba, gastritis positif, apendisitis negatif
-
Frekuebsi BAB : 1 kali dalam 5-6 hari
-
Konsistensi feses : Keras
5) B5(Bladder) :
-
Frekuensi BAK : 1X/hari
-
Intake minum : 700cc/hari
6) B6
(Bone) :
-
Inspeksi :
Pasien terlihat kesakitan
dan lemah, mata cowong, wajah memerah. pasien terlihat menghindari semua
gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut
-
Palpasi :
Akral hangat
f. Pemeriksaan
penunjang :
-
Leukosit :
15.000 sel µ/l.
-
foto polos abdomen di dapatkan usus
halus dan usus besar berdilatasi, nilai elektrolit normal
C. AnalisA
Data
Symptom
|
Etiologi
|
Problem
|
Ds:
Ny
M mengatakan nyeri abdomen
sejak 4 hari yang lalu setelah post op Apendixitis. Pasien mengatakan rasa nyeri terlokalisasi
kadang rasa nyeri ringan kadang juga berat, skala nyeri 7 (nyeri sangat
mengganggu dan berat), perut terasa kembung.
Do:
-
pasien terlihat kesakitan dan lemah
-
O:
Nyeri dirasakan sejak
4 hari yang lalu
-
P:
Nyeri dirasakan
setelah 4 hari yang lalu setelah post op Apendixitis.
-
Q:
Nyeri terasa berat, seperti
ditekan dan sanagt mengganggu
-
R:
Nyeri diarea seluruh
dinding abdomen ( peritoneum )
-
S:
Intensitas nyeri 7
(nyeri berat)
-
T :
pasien terlihat menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk
untuk mengurangi ketegangan dinding perut
-
Observasi TTV:
TD: 80/50 mmHg
N : 120x/mn
-
Foto polos:
usus halus dan usus besar berdilatasi,
|
Distensi
abdomen
Nyeri
|
Gangguan
rasa nyaman (nyeri)
|
DS:
pasien
mengatakan tubuh terasa panas saat nyeri perut kambuh
DO:
-
Akral hangat
-
Wajah kemerahan
-
Observai TTV :
S: 40OC,
N: 120 x.mnt
TD: 130/80 mmHg
-
Hasil pemeriksaan laborat:
Leukosit: 15.000 sel µ/l.
|
Respon mediator kimia
terhadap inflamasi
Vasodilatasi
pembuluh darah
Hipertermi
|
Hipertermi
|
DS:
pasien mengeluh sering mual dan muntah 4x/hari disertai
pusing, tidak nafsu makan, porsi makan tidak pernah habis
dan perut terasa kembung.
DO:
-
BB menurun sebelum sakit 75 kg waktu sakit 60 kg
-
HB: 10 g/dl
|
Proses inflamasi peritonium
Intake nutrisi tidak adekuat
|
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
Ds:
Paien
mengatakan sejak 2 hari yang lalu sering mual muntah 4x/hari, minum hanya
700cc/hari, sering keluar keringat akibat suhu tubuhnya yang tinggi
Do:
-
Pasien mengeluh pusing, membran mukosa
kering, turgor kulit menurun, mata cowong.
-
N: 120x/mnt
-
TD: 130/80 mmHg
-
S: 400C
|
Peningkatan suhu
tubuh, intake cairan kurang
Output cairan melalui
keringat berlebih
Intake cairan tidak
adekuat
|
Ketidakseimbangana
cairan dan elektrolit
|
DS:
Pasien mengatakan BAB jarang satu kali dalam 5-6 hari, sehingga perutnya
terlihat membesar dan terasa tidak nyaman.
DO:
-
Bunyi peristaltic = O
-
Frekuensi BAB=
1X dalam 5-6 hari
|
Konstipasi
|
Gangguan eliminasi
alvi
|
D. Dignosa
Keperawatan
1. Gangguan
rasa nyaman (nyeri) b.d peradangan/ inflamasi pada peritoneum
2. Hipertermi
b.d respon mediator kimia terhadap inflamasi pada peritoneum
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
4. Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit b.d intake cairan yang kurang
5. Gangguan
eliminasi alvi b.d peristaltic usus yang menghilang
E. Intervensi
a. Diagnosa
Keperawatan:
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses
inflamasi peritoneum
1. Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan nyeri hilang.
2. Kriteria
Hasil :
-
Nyeri tekan abdomen berkurang,
-
skala nyeri normal 0-1
-
Bissing usus normal (5-30x/mnt)
-
Observasi TTV (dalam batas normal):
TD: 90-140 mmHg N: 60-80x/mnt S: 40OC
Intervensi
|
-
Rasional
|
1.
Bina hubungan saling percaya
2. Ajarkan
teknik distraksi- relaksassi:
-
Mendengarkan music
-
Nafas dalam
3. Observasi
TTV: Td, N, S
4. Observasi
skala nyeri
-
1-3 nyeri ringan
-
4-6 nyeri sedang
-
7-9 nyeri berat
-
10 sangat nyeri
5. Observasi
bissing usus
6. Pemberian
obat sesuai advis dokte
-
Antibiotic
-
Analgesic
|
1.
Membina hubungan kepercayaan
untuk mempermudah memberikan pelayanan secara maximal
2. Menurunkan
rasa nyeri pasien
3. mengetahui
perkembangan kondisi pasien
4. mencegah
perkembangan tingkat nyeri pasien
5. menegtahui
fungsi gerakan peristaltic lambung
6. meringankan
peradangan dan nyeri abdomen
|
b. diagnosa
keperawatan 2:
hipertemi b.d respon
mediator kimia terhadap inflamasi peitonium
1. Tujuan
:
Setelah dilakukan suhan
keperawatan selam 2x24 jam panas tubuh berkurang
2. Kriteria
Hasil :
-
Suhu tubuh menurun (N: 36,5 – 37,5 OC)
-
Akral dingin
-
Wajah tidak memerah
INTETVENSI
|
RASIONAL
|
1. Anjurkan
klien menggunakan pakaian yang mudah meresap keringat
2. -
Anjurkan kompres hangat
- Anjurkan
mengurangi aktivitas dan banyak istirahat
3. Observasi
TTV: S, N, TD
4. Kolaborasi
dengan team medis pemberian :
-
Antibiotic
-
Paracetamol
|
Penguapan panas dari tubuh dapat
diminimalisir oleh tubuh
Menstabilkan autoregulasi suhu dalam
tubuh
Mengetahui perkembangan vital pasien
Inflamasi berkurang, suhu tubuh
menurun
|
c. Diagnose
keperawatan 3
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d asupan nutrisi yang kurang
1. Tujuan
:
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 4x24 jam klien dapat memenugi asupan nutrisi yang
seimbang
2. Kriteria
Hasil :
-
Mual muntah berkurang
-
BB meningkat
-
Porsi makan habis
-
Nafsu makan meningkat
-
HB: 11,4 – 15 g/dl
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Berikan
penjelasan kepada klien tentang diit yang benar sesuai dengan penyajian
- Anjurkan
makan sedikit tapi sering
2. Ciptakan
suasana makan yang rileks
- Sajikan
makanan dalam keadaan hangat
3. Observasi
TTV: TD, N, S,
4. Ukur
kadar HB secara berkala, timbang BB
5. Kolaborasi
ahli gizi/para medis untuk menentuknan diit yang tepat dan pemberian vitamin
antiemetic
|
Mengatur pola makan pasien lebih baik
lagi dan teratur
Membantu pencernaan pasien dan
meningkatkan nafsu makan
Mengetahui perkembnagan pasien
Mempertahankan keseimbangan nutrisi
pasien
|
d. Dignosa
Keperawatan 4
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit b.d intake cairan makanan tidak adekuat
1. Tujuan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan cairan terpenuhi dengan baik
2. Turgor
kulit normal
- Mata tidak cowong
- Turgor kulit normal
- mukosa lembap
Intervensi
|
Rasional
|
1. Bina
hubungan saling percaya
2. Observasi
TTV: (td, n, s, rr)
3. Pemberian
HE (healt education):
Anjurkan minum banyak
(1-2 litr/hari)
4. Berikan
obat sesuai advis dokter:
Infus RL
|
1.
Membina hubungan kepercayaan
untuk mempermudah memberikan pelayanan secara maximal
2. mengetahui
perkembangan kondisi pasien
3. Mempertahankan
cairan dalam tubuh
4. Mengganti caian dan elktrolit secara adekuat dan cepat
|
e. Diagnosa
Keperawatan 5:
Gangguan eliminasi alvi
b.d hilangnya peristaltic usus
1. Tujuan
:
Konstipasi berkurang
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2. Kriteria
Hasil :
-
Bunyi peristaltic normal: 5-30x/mnt
-
Frekuensi BAB normal 1-2X/hari
-
Konsistensi BAB padat dan lunak
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Anjurkan klien makan-makanan yang
tinggi serat: sayuran hijau dan buah-buahan
2.
Observasi TTV:
N.
S, RR, TD
3.
Observasi peristaltic usus setiap
selesai makan.
Norml:
5-30X/mnt
4.
Pemberian obat sesuai advis
dokter :
-
|
Memudahkan
sistem pencernaan untuk mengolah makanan dengan baik.
Memantau
perkembangan kondisi pasien
Memantau
fungsi peristaltic dalam system pencernaan
Merangsang
peristaltic usus dan memudahkan proses BAB yang normal
|
F. Implementasi
Didasarkan pada
diagnose yang muncul baik secara actual, resiko, atau pdilakukan otensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai.
G. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh
mana keberhasilan mencapai criteria hasil. Sehingga dapat diputuskan apakah
intervensi dapat dilanjutkan atau dihentikan atau diganti jika tindakan yang
dilakukan tidak berhasil.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Peritonitis
adalah peradangan pada peritonium (lapisan membran serosa rongga abdomen).
peradangan peritonium merupakan komplikasi yang berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen(misalnya apendiksitis,
salpingitis) ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptura
apendiks sedangkan stavilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
III.2 SARAN
Gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk
masa depan yang cemerlang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Inayah Iin. 2004. ASKEP pada Klien Gangguan
Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika
2. Muttaqin Arif, dkk. 2011. Gangguan GIT
Aplikasi ASKEP Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
3. Price
AS, dkk. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar