BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri
pungung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri
pinggang bagian bawah adalah hernia nucleus pulsosus (HNP), yang sebagian besar
kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri punggung bawah merupakan salah satu
penyakit yang sering di jumpai masyarakat.
Nyeri
penggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal jenis umur dan jenis
kelami. Sekitar 60-80 % dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling
tidak satu episode nyeri punggung bawah selama hidupnya. Kelompok
studi nyeri (pokdi nyeri) PORDOSSI (Persatuan dokter spesialis saraf
Indonesia) melakukan penelitian pada bulan mei 2002 di 14 rumah sakit
pendidikan, dengan hasilmenunjukan bahwa kejadian nyeri punggung bawah meliputi
18,37 % di sluruh kasus nyeri ditangani.
Nyeri
pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting
adalah mengetahui factor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan
yang tepat. Pada dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan
saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena
gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkan asuhan
keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan klien dengan
HNP dapat maksimal.
Oleh
sebab itu dalam makalah ini kami akan menggali lebih dalam mengenai konsep,
tata laksana (prosedur) dalam patofisiologi neurologi pada HNP .
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian
HNP ( hernia nukleus purposus)?
2. Bgaimana asuhan keperawatan HNP ?
C. TUJUAN PENULISAN
Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk
memahami pengertian HNP ?
2.
Untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan HNP ?
D. MANFAAT PENULISAN
Sebagaimana
mempunyai tujuan seperti yang tersebut diatas, penulis mempunyai manfaat
sebagai berikut :
1. Manfaat secara teoristis sangat diharapkan karya ini
dapat memberikan informasi yang berguna bagi para khalayak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca
Sebagai bahan wacana yang dapat di
gunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam mempelajari makalah tentang
penatalaksaan dalam HNP.
b. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menambah
pengalaman dalam penulisan makalah,serta untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang penatalaksaan dalam HNP.
c. Bagi Penulis lain
Dapat menjadi bahan yang dapat digunakan
sebagai tambahan informasi,dan referensi apabila penulis lain melakukan
penelitian serupa agar mampu membuat makalah yang lebih sempurna.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
1.
DEFINISI
HNP ( Herniasi Nukleus Pulposus)
Herniasi nukleus
pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian
menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang robek. HNP
merupakan suatu nyeri yang disebabkan olwh proses patologik di koluma
vertebralis pada diskus intervebralis/diskorgenik.
Protrusi atau rupur
nukleus biasanya didahului dengan perubahan degenatif yang terjadi pada proses
penuaan. Kehilangan protein dalam polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus
melemahkan pertahanan pertahanan pada herniasi nukleus.
HNP terjadi kebanyakan
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus
intervebralis sehingga menimbulkan robeknya anulus fibrosus.
Pada kebanyakan klien,
gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus
yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun. Kemudian pada generasi
diskus, kapsul mendorong ke arah medula spinalis, atau mungkin ruptur dan
memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap
saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
2. ETIOLOGI
a.
Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
b.
Spinal stenosis.
c.
Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi,
mengangkat, dll.
d.
Pembentukan osteophyte.
e.
Degenerasi dan degidrasi dari kandungan
tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas
sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.
3.
TANDA DAN GEJALA
Gejala Hernia Nukleus
Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami herniasasi
didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang
terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri
kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat
protektif.
Hal lain yang perlu
diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan
meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan,
batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah
baring.
Manifestasi klinis:
a.
Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan
satu atau dua ekstremitas.
b.
Nyeri tulang belakang
c.
Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
d.
Kehilangan control dari anus dan atau kandung
kemih sebagian atau lengkap.
4.
PATOFISIOLOGI
Pada tahap pertama
robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Oleh karena adanya gaya
traumatis yang berulang, robekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
radial. Jika hal ini terjadi, maka risiko herniasi nukleus pulposus hanya
menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan
seperti gaya traumatis ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset,
mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Penonjolan (Herniasi)
nukleus pulposus dapat ke arah porpus vertebra diatas atau dibawahnya. Dapat
juga menonjol langsung ke kanalis vertebralis. Penonjolan sebagian nukleus
pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan
dikenal sebagai nodus Schmorl.
Robekan sirkumferensial
dan radial pada anulus fibrosus diskuus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus Schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronik atau kronik yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang
dikenal sebagai iskialgia atau skiatika.
Penonjolan nukleus
pulposus ke kanalis vertebralis berarti nukleus pulposus menekan pada radiks
yag bersama-sama dengan arteria radikularis berada pada dura. Hal itu terjadi
kalau tempat penjebolan di sisi lateral. Jika tempat hernasi di tengah-tengah
tidak ada radiks yang terkena. Selain
itu, karena pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula
spinalis lagi, herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia
nukleus pulposus sisa diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua
korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. bagian lateral, di dorsum
pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki
berkurang dan refleks patela negatif. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai
dengan radiks yang terkena menurun.
HNP terbagi atas HNP
sentra dan HNP lateral:
a. HNP
sentral
akan menimbulkan paraparesis flasit,
parestesia dan retensi urine.
b. HNP
lateral
bermanifestasi pada rasa nyeri yang
terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang
tumit, dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan
ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiles negatif pada HNP lateral
L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan dipunggung bawah, bagian lateral bokong,
tungkai bawah.
a.
Bagan
patofisiologi HNP
Trauma dan stress fisik
|
Ruptur diskus
|
Aliran darah ke diskus berkurang,
respon beban yang berat,
ligamentum longitudinalis post
menyempit
|
Pemisahan lempeng tulang rawan
dari korpus vertebrae yang berdekatan
|
Nuklous pulposus keluar melalui
serabut-serabut anulus yang robek
|
Jepitan saraf spinal
|
Reaksi peradangan
|
Reaksi peradangan
|
Edema pembengkakan
|
Penekanan saraf dan pembuluh
darah
|
4. Penurunan fungsi jaringan
|
Disfungsipersepsi spasial dan
kehilangan sensori
|
11. Perubahan persepsi sensorik
|
Blok saraf parasimpatis
|
Kerusakan jalur simpatetik
desending
|
Kelumpuhan otot pernapasan
|
Iskemia dan hipoksemia
|
1. Gangguan pola napas
|
Hipoventilasi
|
Gagal napas
|
Kematian
|
Koma
|
14. Perubahan proses peran
keluarga
15. Kecemasan klien dan keluarga
16. Risiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual
|
Reaksi anastesik
|
Ileus paralitik, gangguan fungsi
redum dan kandung kemih
|
6. Gangguan eliminasi urine dan alvi
|
Penurunan
tingkat kesadaran
|
9. Resiko trauma (cedera)
|
Syok spinal
|
Respons nyeri hebat dan akut
|
5. Nyeri
|
Terputus jaringan saraf di medula
spinals
|
Kehilangan kontrol tonus
vasomotor persarafan simpatis ke jantung
|
Paralis dan paralegi
|
Reflek spinal
|
7. Kerusakan mobilitas fisik
|
Mengaktifkan sistem saraf
simpatis
|
Kelemahan fisik umum
|
Konstriksi pembuluh darah
|
Resiko infark pada miokard
|
Penekanan jaringan setempat
|
Kemampuan batuk menurun, kurang
mobilitas fisik
|
10. Risiko terhadap
kerusakan integritas kulit
|
2. Risiko ketidak-bersihan jalan napas
|
8. Ketidak mampuan perawatan diri (ADL)
|
Intake nutrisi tidak adekuat
|
3. Perubahan pemenuhan nutrisi
|
12. Koping individu tidak efektif
13. Risiko ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan
|
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
Anamnesia
Anamnesis pada HNP meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososial.
b.
Identitas
klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis. HNP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan
pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat barang
atau mendorong benda berat).
c.
Keluhan
utama
Sering menjadi alasan
klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
Untuk lebih lengkap
pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST.
1) Provocking
Accident
Adanya riwayat trauma (mengangkat atau
mendorong benda berat).
2) Quality
and Quantity
Merupakan sifat nyeri
seperti ditusuk-tusuk atau disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul
atau kemeng yang terus menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri alih (referred pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang
timbul, semakin lama semakin nyeri.
Nyeri bertambah hebat
karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau mengejan, berdiri
atau duduk untuk jangka waktu dan nyeri berkurang jika istirahat berbaring.
Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan
terus menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri
bertambah jika ditekan area L5-S1 (garis antardua krista liraka).
3) Region,
Radiating , and Relief
Letak atau lokasi nyeri menunjukkan
nyeri dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
4)
Scale of Pain
Pengaruh
posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang
dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu dan gerakan yang
mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgetik, berapa lama
diminumkan.
5)
Time
Sifatnya
akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang timbul,
makin lam makin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa
minggu sampai beberapa tahun).
d. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau
mendorong benda yang berat. Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan
paraparesis flasid, parastesia dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung
bawah, ditengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh
kesemutan (parastesia) atu baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan
distribusi persyaratan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks
kronik, yang juga dapat menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhan hampir
mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakan masalah klien
lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan
selanjutnya.
e. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah
klien pernah menderita TB tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks),
metabolik (osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat
hipertensi, riwayat cidera tulang belakang sebelumnya, diabetes militus,
penyakit jantung yang berguna sebagai tindakan lainnya untuk menghindari
komplikasi.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi
terdahulu yang mengalami hipertensi dan diabetes melitus.
g. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme
koping yang digunakan klien yang berguna untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara maksimal dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan berupa
paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap
klien yang mengalami gangguan tulang belakang dari HNP. Semakin lama klien
menderita paraparase tersebut bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik meliputi:
a.
Keadaan umum
b.
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan
hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
c.
Macam-macam pemeriksaan
1) B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernafasan
biasanya didapatkan : pada inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak
nafas, dan frekuensi pernafasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri. Pada perkusi, terdapat suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.
2) B2 (blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem
kardiovaskuler, biasanya nadi kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah
normal,dan nada auskultasi tidak ditemukan bunyi jantung tmbahan.
3) B3 (brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya,
diantaranya meliputi:
a)
Keadaan
umum
Kurvatura yang berlebihan, pendataran
arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur
paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.
b)
Tingkat
kesadaran
Tingkat keterjagaan klien biasanya
compos metis.
c)
Pengkajian
fungsi serebral
Status mental : observasi penampilan,
tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Pada klie yang telah lama menderita HNP biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
d)
Pengkajian
saraf kranial
Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII
·
Saraf I, biasanya pada klien HNP tidak
ada kelainan dan fungsi penciuman.
·
Saraf II, tes ketajaman pengelihatan
pada kondisi normal.
·
Saraf III,IV, dan VI. Biasanya tidak
mengalami gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
·
Saraf V, pada klien HNP umumnya tidak didapatkan
paralisis pada otot wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada kelaianan.
·
Saraf VII, persepsi pengecapan dalam
batas normal, wajah simetris.
·
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
·
Saraf XI dan X. Kemampuan menelan baik.
·
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
sternokleidmastoideus dan trapezius.
·
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada
deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
e) Pengkajian sistem motorik
Kekuatan fleksi dan ekstensi atas,
tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari lainnya dengan menyuruh klien untuk
melakuakn gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan. Atrofi otot pada
meleobus atau kapur fibula dengan membandingkan anggota tubuh kanan-kiri.
Fakulasi (kontraksi involumter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
f)
Pengkajian
reflex
Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5
negatif, sedangkan refleks lutut/patela pada HNP lateral di L4-5 negatif.
g)
Pengkajian
sistim sensorik
Pemeriksaan sensasi
raba, nyeri, suhu, profunda, dan sensasi getar (vibrasi)untuk menentukan
dermatom yang terganggu sehingga dapat ditentukan pula radiks mana yang
terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat
sehingga tidak membinggungkan klien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang
ringan ke arah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten
(dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun) nyeri menjalar sesuai dengan
distribusi saraf skhiatik. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk,
nyeri mulai dari bokong dan terus menjalar
Ke
bagian belakang lutut, kemudian di tungkai bawah. Nyeri bertambah hebat karena
pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau mengejan, berdiri atau
duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang jika berbaring.
Penderita sering mengeluh kesemutan (parestesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat. Nyeri bertambah jika
ditekan daerah L5-S1 (garis antara krista liraka).
Pada percobaan lesque test atau tes mengangkat tungkai
yang lurus (straight leg raising),
yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan
dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque pisitif).
4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine
meliputi warna, jumlah , dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
5) B5
(Bowel)
Pemenuhan nutrisi
berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang. Pemeriksaan rongga
mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan
pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
6) B6
(Bone)
Adanya
kesulitan untuk beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya nyeri,
kelemahan, kehilangan sensori, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istitahat.
a) Look
Kurvaturan yang
berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/
asimetris, muskulatur paravertebralis atau pantat yang asimetris, dan postur
tungkai yang abnormal.
b) Feel
Ketika meraba
kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau
antero-posterior. Palpasi dari area dengan rasa nyeri ringan ke arah yang
paling terasa nyeri.
c) Move
Adanya kesulitan
atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama
bergerak.
D.
PENATALAKSAAN
MEDIS
a.
Terapi konservatif
1) Tirah
baring
Penderita harus tetap
berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah
sikap dalam posisi setengah duduk, yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi
panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas sehingga tempat
tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis.
Tirah baring bermanfaat
untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada
berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang
lebih lama. Setelah berbaring dianggap cukup maka dilakukan latihan/ dipasang
korset untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
2) Medikamentosa
·
Simtomatik
·
Kausal, kolagen
3)
Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diartemi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
4) Tidur
selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
5) Exercise
digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
6) Terapi
obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
7) Terapi
panas dingin.
8) Imobilisasi
atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
9) Terapi
diet untuk mengurangi BB.
10) Traksi
lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
11) Transcutaneus
Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
b. Terapi
operatif
( Pembedahan)
Terapi
operatif dikerjakan jika dengan tindakan konsevatif tidak memberikan hasil yang
nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologis.
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita
yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua
sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan
kandung kemih serta foot droop.
Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan
atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan
untuk memperbaiki luka pada spinal. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian
dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996). Laminectomy adalah memperbaiki satu
atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.
c. Rehabilitas
Mengupayakan
penderita segera bekerja seperti semula agar tidak mengutamakan dari pada orang
lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (activity
of daily living)serta klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi
saluran kemih, dan sebagainya.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Rontgen
foto lumbosakral
Tidak
banyak didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang
tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus intervertibralis.
b.
Elektroneuromiografi (ENMG)
Untuk menegetahui radiks
mana yang terkena / melihat adanya polineuropati
c. Sken
tomografi
Melihat gambaran vertebra dan jaringan
disekitarnya termasuk diskusi intervertebralis.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri
berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
2)
Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi,
diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi.
3)
Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegia
4)
Resiko gangguan integritas kulit yang
berhubungan tirah baring lama
G. INTERVENSI
NYERI AKUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMPRESI SARAF TEKANAN DI DAERAH
DISTRIBUSI UJUNG SARAF
|
|
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang atau beradaptasi
Kriteria Hasil : secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Dapat mengidentifikasi aktivitasyang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Klien tidak gelisah . skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji terhadap nyeri dengan
skala 0-4
|
Nyeri merupakan respons
subjektif yang bisa dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan
nyeri biasanya di atas tingkat cedera
|
Bantu klien dalam
identifikasi factor pencetus
|
Nyeri dipengaruhi oleh
kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama
|
Jelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan noninvasif
|
Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
|
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk
menurunkan ketegangan otot rangka,yang dapat menurunkan intesitas nyeri dan
juga tingkatan relaksasi masase
|
Akan melancarkan peredaran darah,sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi
|
Ajarkan metode distraksi
selama nyeri akut
|
Mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal menyenangkan
|
Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; missal waktu
tidur,belakangnya dipasang bantal kecil
|
Istirahat akan merelaksasi
semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
|
Tingkatkan pengetahuan
tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan
berlangsung
|
Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
|
Observasi tingkat neri dan
respons motorik klien,30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk
mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama
1-2 hari
|
Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi
dan melakukan intervensi yang tepat
|
Kolaborasi dengan
dokter,pemberian analgetik
|
Analgetik memblok lintasan
nyeri,sehingga nyeri akan berkurang
|
HAMBATAN MOBILITAS FISIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN KERUSAKAN NEUROMUSKULAR
|
|
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria Hasil : klien
dapat ikut serta dalam program latihan. Tidak terjadi kontraktur sendi sendi,
bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan
tindakan untuk meningkatkan mobilitas
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik
|
Mengetahui tingkat kemampuan
klien dalam melakukan aktivitas
|
Ubah posisi klien tiap 2 jam
|
Menurunkan risiko terjadinya
iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
|
Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
|
Gerakan aktif memberikan
massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan
|
Lakukan gerak pasif pada
ekstremitas yang sakit
|
Otot volunteer akan kehilangan
tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
|
Inspeksi kulit bagian distal
setiap hari . pantau kulit dan membrane mukosa terhadap iritasi,kemerahan
atau lecet
|
Deteksi dini adanya gangguan
sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit
kemungkinan komplikasi imobilisasi
|
Bantu klien melakukan latihan
ROM,perawatan diri sesuai toleransi
|
Untuk memelihara
fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
|
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik klien
|
Peningkatan kemampuandalam
mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan
dengan latihan fisik dari tim fisioterapis
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diskus Intervertebralis adalah lempengan
kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang
keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola
dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya
nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus
vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis.
(Priguna Sidharta, 1990)
B. SARAN
Gunakanlah
waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk masa depan yang cemerlang.
Gunakanlah
makalah ini sebagai sumber ilmu untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem muskuloskletal (HNP).
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes M. dkk. 2000. Rebcana
Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Nettina Sandra M. 2002.
Pedoman
Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC
Saya dahulu juga terkena HNP di bagian lumbal, rasa nya sangat sakit dan nyeri, kaki kebas dan kadang ada rasa ngilu... Sudah melakukan fisiotrapi tapi tak kunjung ada perubahan dan akhir nya saya ketemu sesama pasien yg dia cerita waktu kami sama sama fisotrapi di rumah sakit kalau dia selain melakukan trapi beliau juga ada minum obat dari dokter yang kata nya sekarang kondisi ny jauh lebih baik dan sudah bisa br jalan agak lama.. Yg dulu nya buat brdiri saja rasa nya lemes dan sakit nya luar biasa... Dan beliau juga menyarankan untuk brobat ke dokter tr sebut dan beliau memberikan no hp dokter nya... Tapi waktu saya tlp jarak antara rumah saya dan beliau jauh banget... Dan alhasil beliau bilang gpp obat bisa di kirimkan yg penting harus tetap lakukan trapi rutin dll... Setelah 2 bulan saya rutin lakukan alhamdulillah lumbal saya sudah kembali ke posisi semula dan saya sudah bisa br aktifitas dng nyaman tanpa rasa sakit, pegel, dan ngilu di pinggang... Saya saran kan coba brobat juga ke dokter tr sebut... Nama dokter nya dokter eliza no hp nya 082269614664 semoga beliau mau dan bisa membantu untuk kesembuhan dari penyakit HNP yg sangat menyiksa ini... Amin...
BalasHapusterimakasih mbak, saya baru tau ternyata Minyak Varash Untuk Syaraf Kejepit (HNP) bagus ya. Mungkin bisa juga untuk referensi untuk anda. terimakasih informasinya ya
BalasHapusCoba brobat dengan Dr yusuf.
BalasHapusSaya tadi baru saja menghubungi beliau ( Dr yusuf ) dan insyah Allah saya akan br ikhtiar dengan beliau melalui saran nya dan obat racikan beliau yang saya pesan langsung dengan beliau... Mohon bantu doanya agar saya bisa sembuh dari HNP tanpa oprasi seperti pasien beliau lain nya amin....
Alhamdulillah saya sembuh dengan beliau melalui saran nya dan obat racikan beliau yang saya pesan langsung dengan beliau
Hapus