BAB 1
PEMBUKAAN
I.1
Konsep Duktus Arteriosus Paten
A.
Definisi
Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus
arteriosus yang secara fungsional menetap beberapa saat setelah lahir.
Penutupan fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan
tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru penutupan
setelah 6 minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya mempunyai susunan
anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup secara spontan. (Wahab Samik, 2009)
Duktus anteriosus persisten (DAP) adalah duktus
arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7%
dari seluruh PJB. Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi
premature, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa genetasi.(Mansjoer
Arif, 2000)
Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten
menghubungkan aorta dengan pangkal a. pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir,
duktus arteriosus yang semula mengalir darah dari a. pulmonalis ke aorta akan
berfungsi sebaliknya karena resistensinya vascular paru menurun dengan tajam
dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara fungsional
tidak dapat arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Bila duktus tetap
terbuka, terjadi keseimbangan antara aorta dan a. pulmonalis. Dengan semakin
berkurannya resistensi vascular paru maka pirau dari aorta kea rah a.
pulmonalis (kiri ke kanan) makin meningkat. (Mansjoer Arif, 2000)
B. Embriologi Jantung
Sistem kardiovaskuler janin berasal dari lapisan
mesoderm dan mulai berkembang pada minggu ke 3 kehidupan. Pada saat ini telah
terbentuk ke 2 ventrikel, dan pada
perkembangannya ventrikel kiri akan lebih berkembang dari pada ventrikel kanan.
Pada awal minggu ke 4 kehidupan, sistem sirkulasi janin mulai berfungsi. Secara
morfologi sistem sirkulasi ini disebut dengan “sirkulasi seri”, yaitu darah dari atrium kanan akan masuk ke atrium
kanan, menuju ke ventrikel kiri dan selanjutnya menuju ke ventrikel kanan.
Arkus aorta dibentuk pada minggu ke 4 dan terdiri
dari 6 bagian. Pada perkembangan selanjutnya, salah satu cabangnya akan
berkembang menjadi duktus arteriosus dan beberapa bagian lain menjadi
rudimenter. Pembentukan arteri pulmonalis juga bersamaan aorta dan pada proses
ini arteri pulmonalis masih menempel pada aorta. Proses pemisahan akan terjadi
pada minggu ke 5.
C. Sirkulasi Jantung
Sirkulasi janin tersusun secara paralel, yaitu
ventrikel kanan menghantarkan sebagai curahnya ke plasenta untuk oksigenasi dan
ventrikel kiri menghantarkan sebagian besar curahnya ke otak dan bagian atas
tubuh. Namun, terdapat percampuran aliran darah pada tingkat atrium dan
pembuluh darah besar yang memindahkan darah dari paru imatur ke plasenta untuk pertukaran oksigen.
Sirkulasi paralel ini memungkinkan janin bertahan hidup walaupun ada banyak
variasi lesi yang kompleks.
Darah kembali dari plasenta melalui vena balik
umbilicus yang bercabang dalam hati dan sebagian darinya masuk ke dalam
hepatika dan sistem porta hati, sementara sisanya melalui dukus venosus kedalam
vena cava interior. Sekitar 27% darah dalam atrium kana akan melintasi foramen
ovale ke dalam atrium kiri dan bergabung dengan darah yang datang dari vena
pulmonalis yang embali dari paru. Darah ini kemudian di pompa dari ventrikel
kiri untuk di alirkan ke aorta asenden. Aorta asenden akan mengalirkan darah ke
arteri coronaria, arteri karotis, dan arteri sublavia. Hanya sekitar sepertiga
dari aliran ini yang melewati arkus aorta ke aorta desenden.
Sebagian besar darah yang kembali dari vena cava
inferior dan superior yang masuk ke
atrium di aliri ke dalam ventrikel kanan setelah melawati katup tripuspidalis.
Darah tersebut kemudian masuk ke arteri pulmonalis. Kondisi paru yang terisi
cairan dan arteri oleh paru yang kontriksi menyebabkan tahanan yang tinggi
terhadap aliran sehingga hampir 90% darah tidak melewati paru.
D. Etiologi
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar
timbulnya duktus arteriosus paten. Pada bayi prematur,gejala cenderung timbul
sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom distres pernapasan. Duktus
arteriosus paten juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir ditempat yang
tinggi atau didaerah pegunungan. Hal ini terjadi karena adanya hipoksia, dan
hipoksia ini menyebabkan duktus gagal menutup.
Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi pada
trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya duktus arteriosus
paten. Bagaimana insfeksi rubella pada ibu dapat mengganggu proses penutupan
duktus ini belum jelas diketahui, tetapi diduga bahwa insfeksi rubella ini
mempunyai pengaruh langsung pada jaringan duktus.
Dari penjelasan diatas sebagian besar kasus penyakit
jantung bawaan penyebabnya tidak diketahui, faktor yang berpengaruh adalah:
-
Eksogen :
Berbagai jenis obat,
penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X
-
Endogen :
Penyakit genetik, dan
sindrom tertentu.
E. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
(Wahab Samik, 2009) Klasifikasi penyakit duktus
arteriosus paten ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung bagian kiri,
tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen danperbandingan sirkulasi pulmonal
dan sistemik.
Tingkat
|
Hipertrofi ventrikel dan atrium kiri
|
Tekanan arteri pulmonal
|
Saturasi oksigen
|
Perbandingan sirkulasi pulmonal sistemik
|
I
|
Tidak ada
|
Normal
|
normal
|
<1,5
|
II
|
Minimal
|
30-60mmhg
|
normal
|
1,5-2,5
|
III
|
Signifikan
+ hipertrofi ventrikel kanan
yang
minimal
|
>60mmhg,
tapi masih dibawah tahanan sistemik
|
Kadang
sianosis
|
>2,5
|
IV
|
Hipertrofi
biventrikel + atrium kiri
|
Lebih tinggi
diri tahanan sistemik
|
sianosis
|
<1,5
|
Penjelasan:
1. Tingkat
I
Umumnya
penderita duktus arteriosis paten tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak ditemukan adanya
pembesaran
2. Tingkat
II
Pasien
sering menderita infeksi saluran napas, tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai
dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi
sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan.
Pada umumnya pasien
yang tidak tertanganai dengan baik pada tingkat ini, akan jatuh kedalam tingkat
III dan IV.
3. Tingkat
III
Pada
tingkat ini, infeksi nafas makin sering terjadi pertumbuhan anak biasanya
terlambat. pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan
gejala-gejala gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang lebar. Jika
melakukan aktivitas, pasien akan mengalami sesak napas yang disertai sianosis
ringan. Pada pasien dengan duktus berukuran besar,gagal jantung dapat terjadi
pada minggu pertama kehidupan.
Dengan
pemeriksaan rontgen foto dada dan elektrokardiografi,ditemukan hipertrofi
ventrikel kiri dan atrium kiri juga disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan
ringan. Suara bising jantung dapat didengar diantara sela iga tiga dan empat.
4. Tingkat
IV
Pada
keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata. Tahanan
sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah
diduktus berbalik dari kanan ke kiri.
Pemeriksaan
dengan foto rontgen dan elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri, atrium kiri dan ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut juga dengan
sindrom eisenmenger.
Berdasarkan (Mansjoer Arif, 2000) Manifestasi klinis
pada kasus diatas diantaranya:
-
DAP
kecil. Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan
tekanan nadi dalam batasan normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba
getaran bising di sela iga II kiri sternum. Terdapat bising kontinu (continous
murmur, machinery murmur) yang khas untuk duktus arteriousus persisten didaerah
subklavia kiri.
-
DAP
sedang. Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi
tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran
napas, namun biasanya berat badan masih dalam batasan normal. Frekuensi napas
sedikit lebih cepat dibanding dengan anak normal. Dijumpai pulsus seler dan
tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Terdapat getaran bising di daerah sela iga
I-II para sterna kiri dan bising kontinou di sela iga II-III garis parasternal
kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering ditemukan bising
middiastolik dini.
-
DAP
besar. Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama
kehidupan. Pasien sulit makan dan minum hingga berat badannya tidak tampak
dispnu atau takipun dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak
terba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising usus kontinu
atau hanya bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apeks karena
aliran darah berlebihan melalui katup mitral (sternosis mitral relative). Bunyi
jantung II tunggal dank eras. Gagal jantung mungkinterjadi dan biasanya
didahului infeksi saluran napas bagian bawah.
-
DAP
besar dengan hipertensi pulmonal. Pasien duktus
arteriosus besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibat penyakit vascular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti.
Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari 1 tahun, namun jauh lebih
sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara
progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan tahap trsebut oprasi koreksi
tidak dapat dilakukan.
F. Pemeriksaan fisik
Denyut nadi yang cepat dan melompat adalah bukti
penting dalam diagnosis, terutama pada neonatus yang sakit tanpa bising yang
khas. Denyut atrial meningkat cepat menjadi puncak tunggal atau ganda, kemudian
kolaps dengan cepat. Terjadi pulsasi nadi dengan amplitudo yang besar sehingga
pada kapiler akan tampak denyutan. Nada seperti ini disebut water hammer pulse.
Thrill sistolik dapat diraba diantara sela iga dua
dan tiga, dan disertai dengan suara bising jantung yang kotinu. Suara bising
jantung ini seperti “bunyi mesin yang kasar”. Paling keras terdengar pada waktu
sistol dan dapat didengar sampai kedaerah klavikula kiri. Pada pemeriksaan
dengan foto rontgen paru, akan terlihat hipertrofi ventrikel kiri dan atrium
kiri yang ringan.
Jika duktus besar, terdaoat gerakan prekordial yang
hebat pada bayi, yang juga dirasakan oleh ibu saat mendekap bayi didadanya. Pemeriksaan
seringkali dapat meraba thrill sistolik dilekuk sternum dan ruang sela iga
kedua dan ketiga. Penderita duktus arteriosus paten yang belum terkomplikasi
sampai akhir tahun pertama kehidupannnya sering tidak mempunyai gejala.
G. Sifat bising pada duktus arteriosus
persisten
Bising pada duktus arteriosus persisten bersifat
kontinu dan mengeras selama sistole. Bising menetap sepanjang bunyi jantung
kedua dan melemah selama sistole. Bising berkualitas seperti mesin yang aneh.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wahab Samik, 2009)
1.
Radiologi
Pada
penderita dengan duktus kecil,gambaran radiologi jantung maupun paruh masih
dalam batas normal. Penderita dengan gangguan duktus sedang dan lebar dengan
tahanan paru normal menunjukkan gambaran radiologi sebagai berikut: kardiomegali,batang
arteri pulmunalis menonjol sehingga tonjolan pulmonal prominen,dan atrium kiri
membesar.corakan pembuluh darah paru bertambah.
Pada
penderita duktus lebar dengan tahana paru
mulai naik,gambaran radiologinya sebagai berikut:besar jantung normal
atau sedikit membesar,ventrikel kanan membesar dan batang arteri pulmonalis
membesar sehingga tonjolan pilmonal prominen,pembuluh darah paru sentral
melebar,tetapi terjadi ketidakcocokan karena pembuluh darah perifer normal atau
berkurang
2.
Ekokardiografi
Duktus
paling baik ditampakkan melalui pandangan bidang para sagital parasternal kiri
atas.duktus bersambung dengan batang arteri pulmonalis sedikit superior kiri
arteri pulmonalis.pada pandangan ini duktus tampak pada sumbu panjangnya,dan
ujung aorta maupun pulmonal dapat ditampakkan.pemetaan aliran doppler berwarna
pada pandangan yang sama akan memperlihatkan aliran yang melalui duktus.
Ukuran
duktus,ukuran arteri pulmonalis dan posisi sekat ventrikel dapat memberikan
informasi tentang besarnya tekanan arteri pulmonalis,tidak adanya berbedaan
tekanan dapat dipakai sebagai bukti adanya hipertensi pulmonal setingkat
sistemik.
3.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi
jantung saat ini jarang diperlukan sebagai alat diagnostik duktus arteriosis
paten.fungsi alat ini sudah digantikan oleh ekokardiografi yang non invasif.kateterisasi
jantung dipergunakan untuk mengukur tekanan dalam atrium dan ventrikel jika ada
sindrom eisenmenger.
Pemeriksaan
penunjang: Menurut (Mansjoer Arif, 2000)
-
DAP
kecil. Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batasan
normal. Pemeriksaan ekokardigrafik tidak menunjukan adanya pembesaran ruang
jantung atau a. pulmonalis.
-
DAP
sedang. Pada foto toraks jantung membesar (terutama
ventrikel kiri), vascularisasi paru meningkat, dan paru pembulu darah hilus
membesar. EKG menunjukan hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi
atrium kiri.
-
DAP
besar. Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel
kanan dan kiri, disamping pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya.
Pada EKG tampak hipertrofi biventricular dengan dominasi aktivitas ventrikel
kiri dan dilatasi atrium kiri.
I. Penatalaksanaan .
(Wahab
Samik, 2009)
1.
Medikamentosa
Terapi
medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan
terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Jenis obat yang
sering diberikan adalah:
a. Golongan
obat-obatan nonsteroid anti-inflamasi (indometasin/indosin).
-
Berfungsi untuk menekan produksi
prostaglandin dengan cara menurunkan aktivitas cyclo-oksigenase. Dosis: 0,2
mg/kg iv pada 12 jam I, diikuti 0,1 mg/kg iv pada 12 jam berikutnya.
-
Kontraindikasi: Hipersensitivitas,
perdarahan gastrointestinal dan insufisiensi ginjal.
-
Efek samping: Nefritis, gagal ginjal dan
leukopenia.
b. Prostaglandin
E1 (Alprostil, Prostin VR)
-
Berfungsi untuk mempertahankan patensi
duktus arteriosus, terutama sjika sudah ada shuntdari kanan ke kiri (sindrome
Eisenmager). Obat ini diberika sebelum tindaknan operasi penutupan duktus
dilakukan, dan efektif pada bayi prematus. Dosis awal: 0.05-0,1 mcg/kg/min iv. Dosis
rumatan: 0,01-0,04 mcg/kg/min iv.
-
Kontraindikasi: Hipersensitivitas dan
syndrome distress pernapasan.
-
Efek samping: Apnea, Kejang, Demam,
Hipotensi, dan penekanan aggregasi trombosit.
2.
Tndakan bedah
Tindakan
terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi. Mortalitas
tindakan operasi kurang dari 2% meskipun operasi dilakukan antara umur beberapa
bulan sampai diatas 60 tahun. resiko kematian kecil ini menyebabkan banyak
dokter lebih aktif melakukan operasi pada umur muda karena menunggu penutupan
spontan mempunyai resiko yang lebih besar dari pada operasi.
Pada
bayi premature tanpa syndrome distrss respirasi, dicoba dahulu memperbaiki
gagal jantungnya dengan digitalis. Bila ini berhasil, operasi tanpa ditunda 3
bulan lagi atau lebih lama karena banyak kasus dapat menutup spontan.
Indikasi
untuk melakukan tindakan bedah yaitu adanya terapi medikamentosa,
trombositopenia, dan insufisiensi ginjal.
Ada
beberapa teknik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti penutupan
dengan teknik cincin dan metode ADO ( Amplatzer Duct Occluder). ADO berupa
coil, terdiri dari beberapa ukuran yang sesuai dengan ukuran duktus, dan dimasukkan
kedalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung melalui arteri vemoralis
sampai ke aorta.
J. Prognosis
Pada
penderita yang tida bergejala, prognosisnya baik. akan tetapi, pada mereka ini
masih ada bahaya endokarditis infektif yang jarak sebelum umur 5 tahun. Dapat
juga terjadi gagal jantung dikemudian hari. Gagal jantung pada golongan ini
baru terjadi pada umur diatas 20 tahun.
Bayi
yang lahir prematur dengan duktus arteriosus paten sering disertai dengan gagal
jantung. Bila gagal jantung diobati dengan
diuretik, kadang-kadang bising menghilang karena duktus sudah menutup.
Pada
bayi aterm yang disertai dengan duktus arteriousus paten, jarang terjadi
penutupan spontan, terutama bila hal ini telah menyebabkan gagal jantung pada
umur tahun pertama. Angka harapan hidup pada duktus menurun pada duktus dengan
ukuran besar .
K. Patofisiologi
Duktus arteriosus menutup pada saat
kadar prostaglandin yang dihasilkan plasenta menurun dan kadar oksigen
meningkat. Proses penutupan ini harus segera dimulai ketika bayi menarik napas
yang pertama tetapi bisa saja memerlukan waktu tiga bulan pada beberapa anak.
Pada PDA, resisten relatif pada
pembuluh darah pulmoner serta sistemik dan ukuran duktus enentukan jumlah arah
yang mengalami pemintasan aliran atau shunt dari kanan ke kiri. Karena
peningkatan tekanan dalam aorta, darah bersih akan mengalami shunt dari aorta
melalui duktus arterious ke dalam arteri pulmonalis. Darah akan kembali kedalam
jantung kiri dan dipompa sekali lagi kedalam aorta.
Atrium kiri dan ventrikel kiri
harus menampung aliran balik vena
pulmonalis yang meningkat sehingga terjadi kenaikan tekanan pengisian dan beban
kerja jantung kiri. Keadaan ini akan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan
mungkin pula gagal jantung. Pada stadium akhir PDA yang tidak dikoreksi, shunt
kiri ke kanan akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis yang kronis dan kemudian
menjadi persisten serta tidak responsif terhadap terapi. Hal ini menyebabkan
pembalikan shunt sehingga darah kotor kini memasuki sirkulasi sistemik dan
menimbulkan sianosis.
Faktor
Eksogen (prenatal) faktor
endogen (genetik)
-
Kelahiran prematur - penyakit genetik
-
Anak lahir ditempat yang tinggi - sidrom tertentu
-
Ibu dengan campak (
rubella)
-
Berbagai jenis obat
-
Pajanan sinar X
Penutupan duktus arteriosus pada BBL
Mengalami gangguan
darah dari aorta bercampur mengalir
peningkatan
tekanan dalam aorta
darah
kembali kejantung kiri dan
kenaikan
pengisisan hingga curah jantung
Intoleransi aktifitas
|
Gannguan pertukaran gas
|
sianosis
- Hipoksemia
dyspnea
Gangguan tumbang
|
Gangguan pola napas
|
Gangguanperfusi jaringan
|
L. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin
terjadi pada PDA mencakup: (Kowalak, 2012)
-
endokarditis infeksiosa
-
gagal jantung
-
pneumonia kambuhan
I.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada
PAD
1. Pengkajian
-
Umur :
Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. Duktus
arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi premature, Duktus yang tetap
terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa minggu jarang menutup secara
spontan (Mansjoer Arif, 2000)
-
Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke RS dengan keluhan sering
menderita infeksi saluran napas, ispa yang kronis pertumbuhan anak biasanya
terlambat, nadi dengan amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien
akan mengalami sesak napas yang disertai sianosis ringan.
-
Riwayat penyakit Dahulu dan keluarga
Terdapat faktor endogen yang sifatnya genetik dari
ibu, dan sindrom tertentu.
2. Pemeriksaan
fisik
-
Sistem Cardiovaskuler
Denyut nadi yang cepat
dan melompat terutama pada neonatus yang sakit tanpa bising yang khas, terjadi
pulsasi nadi dengan amplitudo yang besar sehingga pada kapiler akan tampak
denyutan. Thrill sistolik dapat diraba diantara sela iga dua dan tiga, dan
disertai dengan suara bising jantung yang kotinu. Suara bising jantung ini
seperti “bunyi mesin yang kasar”. Paling keras terdengar pada waktu sistol dan
dapat didengar sampai kedaerah klavikula kiri. Pada pemeriksaan dengan foto
rontgen paru, akan terlihat hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri yang
ringan
-
Sistem pernapasan
Sianosis, dyspnea
-
Sistem
muskulokeletal
Hambatan pada tumbuh
kembang anak
3. Diagnosa
Keperawatan
-
Gangguan pola napas b.d sesak napas
-
Gangguan pertukaran gas b.d
ketidakefektifan proses difusi gas
-
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan
suplai O2 pada jaringan
-
Gangguan tumbuh kembang b.d kurangnya
asupan nutrisi pada sel tubuh
-
Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
4. Intervensi
(Nanda International, 2012-2014)
-
Tujuan :
setelah dilakukanasuhan keperawatan selama 1x24 jam
sesak napas berkurang
-
Kriteria Hasil :
·
tidak ada napas cuping hidung
·
RR normal ( 16-20x/mnt)
·
Napas reguler
·
Nadi normal (60-80x/mnt)
-
Intervensi
1. Observasi
TTV:
N, S, TD, RR
R/ mengetahui perkembangan kondisi pasien
2. Berikan
oksigenasi
R/ mempertahankan kepatenan jalan napas
3. Kolaborasi
dengan team medis pemberian obat pelonggar jalan nafas: bronkodilator, mukolitik
R/ sesak berkurang, longgarnya jalan napas
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnose yang muncul baik secara
actual, resiko, atau pdilakukan otensial. Kemudian dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan
mencapai criteria hasil. Sehingga dapat diputuskan apakah intervensi dapat
dilanjutkan atau dihentikan atau diganti jika tindakan yang dilakukan tidak
berhasil.
BAB II
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus
arteriosus yang secara fungsional menetap beberapa saat setelah lahir.
Penutupan fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan
tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru penutupan
setelah 6 minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya mempunyai susunan
anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup secara spontan. (Wahab Samik, 2009)
III.2 SARAN
Gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk
masa depan yang cemerlang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kowalk,
dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC
2. Mansjoer
Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
3. Wahab
Samik, 2009. Kardiologi Aanak. Jakarta: EGCBAB 1
PEMBUKAAN
I.1
Konsep Duktus Arteriosus Paten
A.
Definisi
Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus
arteriosus yang secara fungsional menetap beberapa saat setelah lahir.
Penutupan fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan
tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru penutupan
setelah 6 minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya mempunyai susunan
anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup secara spontan. (Wahab Samik, 2009)
Duktus anteriosus persisten (DAP) adalah duktus
arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7%
dari seluruh PJB. Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi
premature, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa genetasi.(Mansjoer
Arif, 2000)
Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten
menghubungkan aorta dengan pangkal a. pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir,
duktus arteriosus yang semula mengalir darah dari a. pulmonalis ke aorta akan
berfungsi sebaliknya karena resistensinya vascular paru menurun dengan tajam
dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara fungsional
tidak dapat arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Bila duktus tetap
terbuka, terjadi keseimbangan antara aorta dan a. pulmonalis. Dengan semakin
berkurannya resistensi vascular paru maka pirau dari aorta kea rah a.
pulmonalis (kiri ke kanan) makin meningkat. (Mansjoer Arif, 2000)
B. Embriologi Jantung
Sistem kardiovaskuler janin berasal dari lapisan
mesoderm dan mulai berkembang pada minggu ke 3 kehidupan. Pada saat ini telah
terbentuk ke 2 ventrikel, dan pada
perkembangannya ventrikel kiri akan lebih berkembang dari pada ventrikel kanan.
Pada awal minggu ke 4 kehidupan, sistem sirkulasi janin mulai berfungsi. Secara
morfologi sistem sirkulasi ini disebut dengan “sirkulasi seri”, yaitu darah dari atrium kanan akan masuk ke atrium
kanan, menuju ke ventrikel kiri dan selanjutnya menuju ke ventrikel kanan.
Arkus aorta dibentuk pada minggu ke 4 dan terdiri
dari 6 bagian. Pada perkembangan selanjutnya, salah satu cabangnya akan
berkembang menjadi duktus arteriosus dan beberapa bagian lain menjadi
rudimenter. Pembentukan arteri pulmonalis juga bersamaan aorta dan pada proses
ini arteri pulmonalis masih menempel pada aorta. Proses pemisahan akan terjadi
pada minggu ke 5.
C. Sirkulasi Jantung
Sirkulasi janin tersusun secara paralel, yaitu
ventrikel kanan menghantarkan sebagai curahnya ke plasenta untuk oksigenasi dan
ventrikel kiri menghantarkan sebagian besar curahnya ke otak dan bagian atas
tubuh. Namun, terdapat percampuran aliran darah pada tingkat atrium dan
pembuluh darah besar yang memindahkan darah dari paru imatur ke plasenta untuk pertukaran oksigen.
Sirkulasi paralel ini memungkinkan janin bertahan hidup walaupun ada banyak
variasi lesi yang kompleks.
Darah kembali dari plasenta melalui vena balik
umbilicus yang bercabang dalam hati dan sebagian darinya masuk ke dalam
hepatika dan sistem porta hati, sementara sisanya melalui dukus venosus kedalam
vena cava interior. Sekitar 27% darah dalam atrium kana akan melintasi foramen
ovale ke dalam atrium kiri dan bergabung dengan darah yang datang dari vena
pulmonalis yang embali dari paru. Darah ini kemudian di pompa dari ventrikel
kiri untuk di alirkan ke aorta asenden. Aorta asenden akan mengalirkan darah ke
arteri coronaria, arteri karotis, dan arteri sublavia. Hanya sekitar sepertiga
dari aliran ini yang melewati arkus aorta ke aorta desenden.
Sebagian besar darah yang kembali dari vena cava
inferior dan superior yang masuk ke
atrium di aliri ke dalam ventrikel kanan setelah melawati katup tripuspidalis.
Darah tersebut kemudian masuk ke arteri pulmonalis. Kondisi paru yang terisi
cairan dan arteri oleh paru yang kontriksi menyebabkan tahanan yang tinggi
terhadap aliran sehingga hampir 90% darah tidak melewati paru.
D. Etiologi
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar
timbulnya duktus arteriosus paten. Pada bayi prematur,gejala cenderung timbul
sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom distres pernapasan. Duktus
arteriosus paten juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir ditempat yang
tinggi atau didaerah pegunungan. Hal ini terjadi karena adanya hipoksia, dan
hipoksia ini menyebabkan duktus gagal menutup.
Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi pada
trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya duktus arteriosus
paten. Bagaimana insfeksi rubella pada ibu dapat mengganggu proses penutupan
duktus ini belum jelas diketahui, tetapi diduga bahwa insfeksi rubella ini
mempunyai pengaruh langsung pada jaringan duktus.
Dari penjelasan diatas sebagian besar kasus penyakit
jantung bawaan penyebabnya tidak diketahui, faktor yang berpengaruh adalah:
-
Eksogen :
Berbagai jenis obat,
penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X
-
Endogen :
Penyakit genetik, dan
sindrom tertentu.
E. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
(Wahab Samik, 2009) Klasifikasi penyakit duktus
arteriosus paten ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung bagian kiri,
tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen danperbandingan sirkulasi pulmonal
dan sistemik.
Tingkat
|
Hipertrofi ventrikel dan atrium kiri
|
Tekanan arteri pulmonal
|
Saturasi oksigen
|
Perbandingan sirkulasi pulmonal sistemik
|
I
|
Tidak ada
|
Normal
|
normal
|
<1,5
|
II
|
Minimal
|
30-60mmhg
|
normal
|
1,5-2,5
|
III
|
Signifikan
+ hipertrofi ventrikel kanan
yang
minimal
|
>60mmhg,
tapi masih dibawah tahanan sistemik
|
Kadang
sianosis
|
>2,5
|
IV
|
Hipertrofi
biventrikel + atrium kiri
|
Lebih tinggi
diri tahanan sistemik
|
sianosis
|
<1,5
|
Penjelasan:
1. Tingkat
I
Umumnya
penderita duktus arteriosis paten tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dengan
menggunakan elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak ditemukan adanya
pembesaran
2. Tingkat
II
Pasien
sering menderita infeksi saluran napas, tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai
dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi
sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan.
Pada umumnya pasien
yang tidak tertanganai dengan baik pada tingkat ini, akan jatuh kedalam tingkat
III dan IV.
3. Tingkat
III
Pada
tingkat ini, infeksi nafas makin sering terjadi pertumbuhan anak biasanya
terlambat. pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan
gejala-gejala gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang lebar. Jika
melakukan aktivitas, pasien akan mengalami sesak napas yang disertai sianosis
ringan. Pada pasien dengan duktus berukuran besar,gagal jantung dapat terjadi
pada minggu pertama kehidupan.
Dengan
pemeriksaan rontgen foto dada dan elektrokardiografi,ditemukan hipertrofi
ventrikel kiri dan atrium kiri juga disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan
ringan. Suara bising jantung dapat didengar diantara sela iga tiga dan empat.
4. Tingkat
IV
Pada
keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata. Tahanan
sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah
diduktus berbalik dari kanan ke kiri.
Pemeriksaan
dengan foto rontgen dan elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri, atrium kiri dan ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut juga dengan
sindrom eisenmenger.
Berdasarkan (Mansjoer Arif, 2000) Manifestasi klinis
pada kasus diatas diantaranya:
-
DAP
kecil. Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan
tekanan nadi dalam batasan normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba
getaran bising di sela iga II kiri sternum. Terdapat bising kontinu (continous
murmur, machinery murmur) yang khas untuk duktus arteriousus persisten didaerah
subklavia kiri.
-
DAP
sedang. Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi
tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran
napas, namun biasanya berat badan masih dalam batasan normal. Frekuensi napas
sedikit lebih cepat dibanding dengan anak normal. Dijumpai pulsus seler dan
tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Terdapat getaran bising di daerah sela iga
I-II para sterna kiri dan bising kontinou di sela iga II-III garis parasternal
kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering ditemukan bising
middiastolik dini.
-
DAP
besar. Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama
kehidupan. Pasien sulit makan dan minum hingga berat badannya tidak tampak
dispnu atau takipun dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak
terba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising usus kontinu
atau hanya bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apeks karena
aliran darah berlebihan melalui katup mitral (sternosis mitral relative). Bunyi
jantung II tunggal dank eras. Gagal jantung mungkinterjadi dan biasanya
didahului infeksi saluran napas bagian bawah.
-
DAP
besar dengan hipertensi pulmonal. Pasien duktus
arteriosus besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibat penyakit vascular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti.
Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari 1 tahun, namun jauh lebih
sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara
progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan tahap trsebut oprasi koreksi
tidak dapat dilakukan.
F. Pemeriksaan fisik
Denyut nadi yang cepat dan melompat adalah bukti
penting dalam diagnosis, terutama pada neonatus yang sakit tanpa bising yang
khas. Denyut atrial meningkat cepat menjadi puncak tunggal atau ganda, kemudian
kolaps dengan cepat. Terjadi pulsasi nadi dengan amplitudo yang besar sehingga
pada kapiler akan tampak denyutan. Nada seperti ini disebut water hammer pulse.
Thrill sistolik dapat diraba diantara sela iga dua
dan tiga, dan disertai dengan suara bising jantung yang kotinu. Suara bising
jantung ini seperti “bunyi mesin yang kasar”. Paling keras terdengar pada waktu
sistol dan dapat didengar sampai kedaerah klavikula kiri. Pada pemeriksaan
dengan foto rontgen paru, akan terlihat hipertrofi ventrikel kiri dan atrium
kiri yang ringan.
Jika duktus besar, terdaoat gerakan prekordial yang
hebat pada bayi, yang juga dirasakan oleh ibu saat mendekap bayi didadanya. Pemeriksaan
seringkali dapat meraba thrill sistolik dilekuk sternum dan ruang sela iga
kedua dan ketiga. Penderita duktus arteriosus paten yang belum terkomplikasi
sampai akhir tahun pertama kehidupannnya sering tidak mempunyai gejala.
G. Sifat bising pada duktus arteriosus
persisten
Bising pada duktus arteriosus persisten bersifat
kontinu dan mengeras selama sistole. Bising menetap sepanjang bunyi jantung
kedua dan melemah selama sistole. Bising berkualitas seperti mesin yang aneh.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wahab Samik, 2009)
1.
Radiologi
Pada
penderita dengan duktus kecil,gambaran radiologi jantung maupun paruh masih
dalam batas normal. Penderita dengan gangguan duktus sedang dan lebar dengan
tahanan paru normal menunjukkan gambaran radiologi sebagai berikut: kardiomegali,batang
arteri pulmunalis menonjol sehingga tonjolan pulmonal prominen,dan atrium kiri
membesar.corakan pembuluh darah paru bertambah.
Pada
penderita duktus lebar dengan tahana paru
mulai naik,gambaran radiologinya sebagai berikut:besar jantung normal
atau sedikit membesar,ventrikel kanan membesar dan batang arteri pulmonalis
membesar sehingga tonjolan pilmonal prominen,pembuluh darah paru sentral
melebar,tetapi terjadi ketidakcocokan karena pembuluh darah perifer normal atau
berkurang
2.
Ekokardiografi
Duktus
paling baik ditampakkan melalui pandangan bidang para sagital parasternal kiri
atas.duktus bersambung dengan batang arteri pulmonalis sedikit superior kiri
arteri pulmonalis.pada pandangan ini duktus tampak pada sumbu panjangnya,dan
ujung aorta maupun pulmonal dapat ditampakkan.pemetaan aliran doppler berwarna
pada pandangan yang sama akan memperlihatkan aliran yang melalui duktus.
Ukuran
duktus,ukuran arteri pulmonalis dan posisi sekat ventrikel dapat memberikan
informasi tentang besarnya tekanan arteri pulmonalis,tidak adanya berbedaan
tekanan dapat dipakai sebagai bukti adanya hipertensi pulmonal setingkat
sistemik.
3.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi
jantung saat ini jarang diperlukan sebagai alat diagnostik duktus arteriosis
paten.fungsi alat ini sudah digantikan oleh ekokardiografi yang non invasif.kateterisasi
jantung dipergunakan untuk mengukur tekanan dalam atrium dan ventrikel jika ada
sindrom eisenmenger.
Pemeriksaan
penunjang: Menurut (Mansjoer Arif, 2000)
-
DAP
kecil. Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batasan
normal. Pemeriksaan ekokardigrafik tidak menunjukan adanya pembesaran ruang
jantung atau a. pulmonalis.
-
DAP
sedang. Pada foto toraks jantung membesar (terutama
ventrikel kiri), vascularisasi paru meningkat, dan paru pembulu darah hilus
membesar. EKG menunjukan hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi
atrium kiri.
-
DAP
besar. Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel
kanan dan kiri, disamping pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya.
Pada EKG tampak hipertrofi biventricular dengan dominasi aktivitas ventrikel
kiri dan dilatasi atrium kiri.
I. Penatalaksanaan .
(Wahab
Samik, 2009)
1.
Medikamentosa
Terapi
medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan
terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Jenis obat yang
sering diberikan adalah:
a. Golongan
obat-obatan nonsteroid anti-inflamasi (indometasin/indosin).
-
Berfungsi untuk menekan produksi
prostaglandin dengan cara menurunkan aktivitas cyclo-oksigenase. Dosis: 0,2
mg/kg iv pada 12 jam I, diikuti 0,1 mg/kg iv pada 12 jam berikutnya.
-
Kontraindikasi: Hipersensitivitas,
perdarahan gastrointestinal dan insufisiensi ginjal.
-
Efek samping: Nefritis, gagal ginjal dan
leukopenia.
b. Prostaglandin
E1 (Alprostil, Prostin VR)
-
Berfungsi untuk mempertahankan patensi
duktus arteriosus, terutama sjika sudah ada shuntdari kanan ke kiri (sindrome
Eisenmager). Obat ini diberika sebelum tindaknan operasi penutupan duktus
dilakukan, dan efektif pada bayi prematus. Dosis awal: 0.05-0,1 mcg/kg/min iv. Dosis
rumatan: 0,01-0,04 mcg/kg/min iv.
-
Kontraindikasi: Hipersensitivitas dan
syndrome distress pernapasan.
-
Efek samping: Apnea, Kejang, Demam,
Hipotensi, dan penekanan aggregasi trombosit.
2.
Tndakan bedah
Tindakan
terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi. Mortalitas
tindakan operasi kurang dari 2% meskipun operasi dilakukan antara umur beberapa
bulan sampai diatas 60 tahun. resiko kematian kecil ini menyebabkan banyak
dokter lebih aktif melakukan operasi pada umur muda karena menunggu penutupan
spontan mempunyai resiko yang lebih besar dari pada operasi.
Pada
bayi premature tanpa syndrome distrss respirasi, dicoba dahulu memperbaiki
gagal jantungnya dengan digitalis. Bila ini berhasil, operasi tanpa ditunda 3
bulan lagi atau lebih lama karena banyak kasus dapat menutup spontan.
Indikasi
untuk melakukan tindakan bedah yaitu adanya terapi medikamentosa,
trombositopenia, dan insufisiensi ginjal.
Ada
beberapa teknik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti penutupan
dengan teknik cincin dan metode ADO ( Amplatzer Duct Occluder). ADO berupa
coil, terdiri dari beberapa ukuran yang sesuai dengan ukuran duktus, dan dimasukkan
kedalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung melalui arteri vemoralis
sampai ke aorta.
J. Prognosis
Pada
penderita yang tida bergejala, prognosisnya baik. akan tetapi, pada mereka ini
masih ada bahaya endokarditis infektif yang jarak sebelum umur 5 tahun. Dapat
juga terjadi gagal jantung dikemudian hari. Gagal jantung pada golongan ini
baru terjadi pada umur diatas 20 tahun.
Bayi
yang lahir prematur dengan duktus arteriosus paten sering disertai dengan gagal
jantung. Bila gagal jantung diobati dengan
diuretik, kadang-kadang bising menghilang karena duktus sudah menutup.
Pada
bayi aterm yang disertai dengan duktus arteriousus paten, jarang terjadi
penutupan spontan, terutama bila hal ini telah menyebabkan gagal jantung pada
umur tahun pertama. Angka harapan hidup pada duktus menurun pada duktus dengan
ukuran besar .
K. Patofisiologi
Duktus arteriosus menutup pada saat
kadar prostaglandin yang dihasilkan plasenta menurun dan kadar oksigen
meningkat. Proses penutupan ini harus segera dimulai ketika bayi menarik napas
yang pertama tetapi bisa saja memerlukan waktu tiga bulan pada beberapa anak.
Pada PDA, resisten relatif pada
pembuluh darah pulmoner serta sistemik dan ukuran duktus enentukan jumlah arah
yang mengalami pemintasan aliran atau shunt dari kanan ke kiri. Karena
peningkatan tekanan dalam aorta, darah bersih akan mengalami shunt dari aorta
melalui duktus arterious ke dalam arteri pulmonalis. Darah akan kembali kedalam
jantung kiri dan dipompa sekali lagi kedalam aorta.
Atrium kiri dan ventrikel kiri
harus menampung aliran balik vena
pulmonalis yang meningkat sehingga terjadi kenaikan tekanan pengisian dan beban
kerja jantung kiri. Keadaan ini akan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan
mungkin pula gagal jantung. Pada stadium akhir PDA yang tidak dikoreksi, shunt
kiri ke kanan akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis yang kronis dan kemudian
menjadi persisten serta tidak responsif terhadap terapi. Hal ini menyebabkan
pembalikan shunt sehingga darah kotor kini memasuki sirkulasi sistemik dan
menimbulkan sianosis.
Faktor
Eksogen (prenatal) faktor
endogen (genetik)
-
Kelahiran prematur - penyakit genetik
-
Anak lahir ditempat yang tinggi - sidrom tertentu
-
Ibu dengan campak (
rubella)
-
Berbagai jenis obat
-
Pajanan sinar X
Penutupan duktus arteriosus pada BBL
Mengalami gangguan
darah dari aorta bercampur mengalir
peningkatan
tekanan dalam aorta
darah
kembali kejantung kiri dan
kenaikan
pengisisan hingga curah jantung
Intoleransi aktifitas
|
Gannguan pertukaran gas
|
sianosis
- Hipoksemia
dyspnea
Gangguan tumbang
|
Gangguan pola napas
|
Gangguanperfusi jaringan
|
L. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin
terjadi pada PDA mencakup: (Kowalak, 2012)
-
endokarditis infeksiosa
-
gagal jantung
-
pneumonia kambuhan
I.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada
PAD
1. Pengkajian
-
Umur :
Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. Duktus
arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi premature, Duktus yang tetap
terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa minggu jarang menutup secara
spontan (Mansjoer Arif, 2000)
-
Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke RS dengan keluhan sering
menderita infeksi saluran napas, ispa yang kronis pertumbuhan anak biasanya
terlambat, nadi dengan amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien
akan mengalami sesak napas yang disertai sianosis ringan.
-
Riwayat penyakit Dahulu dan keluarga
Terdapat faktor endogen yang sifatnya genetik dari
ibu, dan sindrom tertentu.
2. Pemeriksaan
fisik
-
Sistem Cardiovaskuler
Denyut nadi yang cepat
dan melompat terutama pada neonatus yang sakit tanpa bising yang khas, terjadi
pulsasi nadi dengan amplitudo yang besar sehingga pada kapiler akan tampak
denyutan. Thrill sistolik dapat diraba diantara sela iga dua dan tiga, dan
disertai dengan suara bising jantung yang kotinu. Suara bising jantung ini
seperti “bunyi mesin yang kasar”. Paling keras terdengar pada waktu sistol dan
dapat didengar sampai kedaerah klavikula kiri. Pada pemeriksaan dengan foto
rontgen paru, akan terlihat hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri yang
ringan
-
Sistem pernapasan
Sianosis, dyspnea
-
Sistem
muskulokeletal
Hambatan pada tumbuh
kembang anak
3. Diagnosa
Keperawatan
-
Gangguan pola napas b.d sesak napas
-
Gangguan pertukaran gas b.d
ketidakefektifan proses difusi gas
-
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan
suplai O2 pada jaringan
-
Gangguan tumbuh kembang b.d kurangnya
asupan nutrisi pada sel tubuh
-
Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
4. Intervensi
(Nanda International, 2012-2014)
-
Tujuan :
setelah dilakukanasuhan keperawatan selama 1x24 jam
sesak napas berkurang
-
Kriteria Hasil :
·
tidak ada napas cuping hidung
·
RR normal ( 16-20x/mnt)
·
Napas reguler
·
Nadi normal (60-80x/mnt)
-
Intervensi
1. Observasi
TTV:
N, S, TD, RR
R/ mengetahui perkembangan kondisi pasien
2. Berikan
oksigenasi
R/ mempertahankan kepatenan jalan napas
3. Kolaborasi
dengan team medis pemberian obat pelonggar jalan nafas: bronkodilator, mukolitik
R/ sesak berkurang, longgarnya jalan napas
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnose yang muncul baik secara
actual, resiko, atau pdilakukan otensial. Kemudian dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan
mencapai criteria hasil. Sehingga dapat diputuskan apakah intervensi dapat
dilanjutkan atau dihentikan atau diganti jika tindakan yang dilakukan tidak
berhasil.
BAB II
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus
arteriosus yang secara fungsional menetap beberapa saat setelah lahir.
Penutupan fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan
tetapi, pada bayi yang lahir prematur ada juga duktus yang baru penutupan
setelah 6 minggu. Pada bayi prematur, duktus paten biasanya mempunyai susunan
anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup secara spontan. (Wahab Samik, 2009)
III.2 SARAN
Gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk
masa depan yang cemerlang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kowalk,
dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC
2. Mansjoer
Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
3. Wahab
Samik, 2009. Kardiologi Aanak. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar