BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Setiap orang dalam hidupnya pasti
akan menghadapi yang namanya masalah, sikap seseorang dalam menghadapi sangat
ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan yang dimiliki setiap
orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual, keyakinan dan
agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama. Penting
sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara Spiritual, keyakinan dan
agama guna menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan
perawat dengan pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah
sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut
untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada
masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual
diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan
spiritual.
Sehubungan dengan beberapa hal
diatas, penulis mengangkat judul akan peran penting dari “Kebutuhan Spiritual”.
Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui lebih mengenai kebutuhan spiritual
dalam memberikan pelayanan kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan Konsep
spiritual dan religi ?
2.
Bagaiman
Perkembangan spiritual ?
3.
Apa
saja Masalah-masalah dalam spiritual ?
4.
Bagaimana
Proses keperawatan dalam kebutuhan spiritual ?
C. TUJUAN PENULISAN
Sebagaimana rumusan
masalah diatas, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk
memahami pengertian tentang Konsep
spiritual dan religi
2.
Untuk
mengetahui perkembangan spiritual
3.
Untuk
memahami masalah-masalah dalam spiritual
4.
Untuk
memahami bagaimanakah proses keperawatan dalam spiritual
D.
MANFAAT
PENULISAN
Sebagaimana mempunyai tujuan seperti yang tersebut
diatas, penulis mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.
Manfaat
secara teoristis sangat diharapkan karya ini dapat memberikan informasi yang
berguna bagi para khalayak.
2.
Manfaat
Praktis
a. Bagi Pembaca
Sebagai bahan wacana yang dapat di gunakan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam mempelajari makalah model
komunikasi Defleur.
b. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menambah pengalaman
dalam penulisan karya tulis ,serta untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang makalah model komunikasi Defleur.
c. Bagi Penulis lain
Dapat menjadi
bahan yang dapat digunakan sebagai tambahan informasi,dan referensi apabila
penulis lain melakukan penelitian serupa agar mampu membuat makalah yang lebih
sempurna.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
SPIRITUAL DAN RELIGI
1. Konsep Spiritual
a.
Definisi
Spiritualitas
adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta,
sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa.
Spiritualitas
mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan
instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya
(Hawari, 2002).
b. Aspek
spiritualitas
Kebutuhan
spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan
arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan
hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan
spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan, misteri, pengabdian,
rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan. (Hawari, 2002).
Menurut
Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
1)
Berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan
2)
Menemukan arti dan tujuan hidup
3)
Menyadari kemampuan untuk menggunakan
sumber dan kekuatan dalam diri sendiri
4)
Mempunyai perasaan keterikatan dengan
diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
c.
Dimensi spiritual
Dimensi
spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan
dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual
juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia. (Kozier,
2004).
Spiritualitas
sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama,
Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi
agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas
sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau
Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi
horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan
dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi
tersebut. (Hawari, 2002).
2.
Kebutuhan spiritual
Spiritual
berasal dari bahasa latin spiritus, yang berrti bernafas atau angin. Ini
berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang
(McEwan, 2005).
Spiritual
adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta
(Achir Yani, 2000).
Spiritual
merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada budaya,
perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit
Potter Perry, 2009)
Menurut
Burkhardt (1993) spiritual meliputi aspek sebagai berikut:
a.
Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui
b.
Menemukan arti dan tujuan hidup
c.
Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber
dan kekuatan dalam diri sendiri.
Kebutuhan
spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan
dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan
maaf (Kozier, 2004).
Menginventarisasi
10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari, 2002),
yaitu :
a.
Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic
trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang guna membangkitkan
kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
b.
Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan
Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontat) serta alam
sekitaraya
c.
Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan
hubungannya dengan keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual
peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan
secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang
tidak melemah.
e.
Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah
dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang
dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal
yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah,
dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa
bersalah kepada orang lain
f.
Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga
diri {self acceptance dan self esteem), setiap orang ingin
dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g.
Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan
keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua
tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di
akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan
yang kekal di akhirat nanti.
h.
Kebutuhan akan dicapainya derajat dan
martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat
atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang
ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga
dan meningkatkan keimanannya.
i.
Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi
dengan alam dan sesame manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain.
Oleh karena itu, hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga
tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh
karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini.
j.
Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat
yang penuh dengan nilai-nilai religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh
seseorang dengan sering berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan
iman orang tersebut.
3.
Pola Normal Spiritual
Dimensi
spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi yang
lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan
seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai
aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang
perlu dipe/rhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang
klien. Keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan
personal individu. Keyakinan tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat
dalam penyembuhan dan pemulihan fisik.
(Hamid,
2000).
Oleh
karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman
tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda
mengenai spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan
spiritualitas termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan,
dan eksistensi. (Potter & Perry, 2005).
Setiap
individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai spiritualitas karena
masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda mengenai hal tersebur.
Perbedaan definisi dan konsep spiritualitas dipengaruhi oleh budaya,
perkembangan, pengalaman hidup seseorang, serta persepsi mereka tentang hidup
dan kehidupan. Pengaruh tersebut nantinya dapat mengubah pandangan seseorang
mengenai konsep spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia
miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh (Hawari, 2002).
Konsep
spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat
dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena menemui
kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan
secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius
biasanya berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan
suatu tindakan.
Konsep
religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang
berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan
religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan
seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka. (Hawari, 2002)
Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses pelaksanaan
suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan
spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang.
Terlepas dari prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaan tersebut. (Hawari, 2002)
Konsep
spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang.
Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan
terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan selalu
mengawasi) atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk
fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih
dalam dari suatu kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang
untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti. (Hawari,
2004).
Keyakinan
dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia
ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka
terhadap keberadaan Tuhan. Tiap agama yang ada di dunia memiliki karakteristik
yang berbeda mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan
sesuai dengan prinsip yang mereka pegang teguh. Keyakinan tersebut juga mempengaruhi
seorang individu untuk menilai sesuatu yang ada sesuai dengan makna dan
filosofi yang diyakininya. Sebagai contoh, persepsi seorang Muslim mengenai
perawatan kesehatan dan respon penyakit tentunya berbeda dengan persepsi
seorang Budhis. Semua itu tergantung konsep spiritual yang dipahami sesuai
dengan keyakinan dan keimanan seorang individu. Konsep spiritual yang dianut
atau dipahami oleh seorang klien dapat mempengaruhi cara pandang klien mengenai
segala sesuatunya, tak terkecuali dalam bidang kesehatan. Paradigma mengenai sakit,
tipe-tipe pengobatan yang dilakukan, persepsi mengenai kehidupan dan makna yang
terkandung di dalamnya adalah contoh penerapan konsep spiritual secara normal
pada diri seorang individu. Ada beberapa agama yang menerapkan pola normal
spiritualnya dengan cara:
a.
Beberapa orang menjadi spiritual setelah
usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke kuil, menghadiri wacana-wacana dan
membaca bukubuku atau kitab-kitab dianggap sangat spiritual.
b.
Tingkat kedua orang memiliki seorang
guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki sadhana. Ini adalah zaman baru
modern gaya
c.
Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai
dewa dan mereka upsana. Beberapa praktik seni seperti astrologi atau obat atau
tari atau music dan kemudian mereka menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.
d.
Beberapa orang menghadiri Bhajan dan
kemudian melakukan pelayanan sosial yang juga baik seperi pelayanan kesehatan.
4.
Pola normal spiritual
Pola
normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, karena dari pola
tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun maladaptif
berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi spiritual merupakan dimensi
yang sangat penting diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada semua klien. Carson (2002) menyatakan bahwa keimanan atau
keyakinan religious adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa keimanan diketahui sebagai suatu faktor yang
sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan dan pemulihan fisik, yang tidak dapat
diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan
kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep
spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua
klien.
5.
Karakteristik Spiritual
a.
Hubungan
dengan diri sendiri
Kekuatan dalam dan self reliance
1)
Pengetahuan
diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
2)
Sikap
(percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan, ketenangan pikiran,
harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri)
b.
Hubungan
dengan alami
1)
Mengetahui
tentang alam,iklim, margasatwa
2)
Berkomunikasi
dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan melindungi alam
c. Hubungan dengan orang lain
Harmoni/
Suportif
1) Berbagi waktu, pengetahuan dan
sumber secara timbal balik
2) Mengasuh anak, orang tua dan orang
sakit
3) Meyakini kehidupan dan kematian
(mengunjungi, melayat) tidak harmonis
d. Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis
atau tidak agamis
1) Sembahyang/ berdoa/ meditasi
2) Perlengkapan keagamaan
3) Bersatu dengan alam
6. Hubungan antara spiritual –
kesehatan dan sakit
a. Keyakinan spiritual sangat penting
bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan prilaku klien.
Beberapa pengaruh yang perlu dipahami:
1) Menuntun kebiasaan sehari-hari
praktik
tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin
mempunyai makna keagamaan bagi klien, sebagai contoh: ada agama yang menetapkan
diet makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan.
2)
Sumber
dukungan
pada saat stress, individu akan
mencari dukungan dari keyakinan agamanya. sumber kekuatan sangat
diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakitnya khususnya jika penyakit
tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama.
3)
Sumber
konflik
Pada suatu situasi bisa terjasi
konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan. Misalnya: ada yang
menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Tuhan
b. Kepercayaan agama tentang kesehatan
Agama/ Budaya
|
Kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan
|
Respon terhadap penyakit
|
Penerapan pada kesehatan dan perawatan
|
Hindu
|
Menerima ilmu medis terkini
|
Dosa masa lalu menyebabkan penyakit
|
Waktu untuk doa, jimat, ritual, simbol
|
Shikhism
|
Menerima ilmu medis terkini
|
Wanita diperiksa wanita
Melepaskan pakaian dalam merupakan tekanan
|
Waktu untuk doa, jimat, ritual, symbol
|
Buddha
|
Menerima ilmu medis terkini
|
Menolak pengobatan pada hari suci
Roh non manusia yang menyerang manusia menyebabkan
penyakit
|
|
Islam
|
Harus dapat mempraktikkan 5 hukum islam
Terkadang memiliki pandangan kesehatan yang salah
|
Menggunakan kepercayaan penyembuhan
Tidak melakukan eutanasia
|
Kesehatan dan spiritual saling berhubungan
Tidak mempertimbangkan transplantasi organ
|
Yahudi
|
Mempercayai kesucian hidup
Ibadah hari sabath, menolak pengobatan hari sabath
|
Eutanasiaa dilarang
|
Percaya penting hidup sehat
|
Kristiani
|
Menerima ilmu medis terkini
|
Menggunakan doa, kuas penyembuhan
|
Mendukung donor organ
|
7. Manifestasi perubahan fungsi
spiritual
a.
Verbalisasi
distress
Individu
yang mengalami gangguan fungsi spiritual, biasanya akan
meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan.
b.
Perubahan
perilaku
Perubahan
perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual..
Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan
kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita
distress spiritual. Untuk jelasnya berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan
spiritual.
TABEL EKSPRESI KEBUTUHAN SPIRITUAL ADAPTIF DAN MALLADAPTIF
Kebutuhan
|
Tanda pola atau prilaku adaptif
|
Tanda pola atau prilaku maladaptif
|
Rasa percaya
|
Rasa percaya terhadap diri sendiri dan kesabaran
Menerima bahwa yang lain akan mampu memenuhi kebutuhan
Rasa percaya terhadap kehidupan walaupun terasa berat
Keterbukaan terhadap Tuhan
|
Merasa tidak nyaman dengan kesadaran diri
Mudah tertipu
Ketidakmampuan untuk terbuka dengan orang lain
Merasa bahwa hanya orang tertentu dan tempat tertentu yang
aman
Mengharapkan orang tidak berbuat baik dan tidak tergantung
Ingin kebutuhan dipenuhi segera tidak dapat menunggu
Tidak terbuka kepada Tuhan
Takut terhadap maksud Tuhan
|
Kemampuan memberi maaf
|
Menerima diri sendiri dan orang lain dapat berbuat salah
Tidak mendakwa atau berprasangka buruk
Memandang penyakit sebagai sesuatu yang nyata
Memaafkan diri sendiri
Memaafkah orang lain
Menerima pengampunan Tuhan.
Pandangan yang realistik terhadap masa lalu
|
Merasa penyakit sebagai suatu hukuman
Merasa Tuhan sebagai penghukum
Merasa maaf hanya diberikan berdasar prilaku
Tidak menerima diri sendiri
Menyalahkan diri sendari atau orang lain.
|
8. Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Menurut
Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Aktifitas
keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan
keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan
klien (individu, keluarga dan masyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang
keperawatan (Gaffar, 1999).
Dalam
hal ini klien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan
menyadari bahwa tim kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi.
Usaha perawat menjadi sia-sia bila klien tidak mengerti, tidak menerima atau
menolak atas asuhan keperawatan, karenanya jangan sampai muncul klien
tergantung pada perawat/tim kesehatan. Jadi pada dasarnya tanggung jawab
seorang perawat adalah menolong klien dalam membantu klien dalam menjalankan
pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dia lakukan tanpa bantuan.
Perawat
dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan klien, diantaranya : Menciptakan rasa kekeluargaan dengan klien,
berusaha mengerti maksud klien, berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi
non verbal, berusaha mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya,
berusaha mengenal dan menghargai klien. Mengingat perawat merupakan orang
pertama dan secara konsisten selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan
pasien, sehingga dia sangat berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan
spiritual pasien.
Menurut
Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan hubungan
interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan
yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang yang
tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Kebutuhan
spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi
pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran
spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan
spiritual yang memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup,
mencintai, dan berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).
Peran
perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,
konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat, 2008):
a.
Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga
dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya.
b.
Peran Sebagai Advokat Klien
Peran
ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada klien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasian yang meliputi hak atas peleyanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c.
Peran Edukator
Peran
ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah mendapatkan pendidikan kesehatan.
d.
Peran Koordinator
Peran
ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat
terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e.
Peran Kolaborator
Peran
perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi, atau
bertukar pendapat dalam bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran
Konsultan
Peran perawat
sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.
g. Peran
Pembaharu
Peran sebagai
pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan
yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan. Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan
bagian dari peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Untuk
itu diperlukan sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan,
yang dilakukan secara sitematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang
diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
B.
PERKEMBANGA SPIRITUAL
Perawat
yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia
termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk
memenuhi kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai
dengan memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya.
Pemenuhan aspek spiritual pada klien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima
dimensi manusia yang harus dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut
yaitu dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Dimensi-dimensi
tersebut berada dalam suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan
interdepensi, sehingga adanya gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu
dimensi lainnya (Carson, 2002).
Perawat
harus mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, sehingga perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan
spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir sampai klien
meninggal dunia. Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap
perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja,
desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa
memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek spiritual
dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi,
peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun, berikut akan
dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang manusia. (Carson,
2002)
Perkembangan
spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai klien
dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang
sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik
(fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa.
Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan,
artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. (Larson, 2009).
1.
Bayi
dan todler (1-3 tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual
adalah rasa percaya dengan yang mengasuh dan sejalan dengan perkembangan rasa
aman, dan dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan mengenal
dunia melalui hubungan dengan lingkungan kususnya orangtua. Bayi dan todler
belum memiliki rasa bersalah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai
meniru kegiatan ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut ketempat
ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.
2.
Prasekolah
Sikap orang tua tentang moral dan
agama mengajarkan pada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.anak pra
sekolah belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada apa yang diajarkan.
Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa yang diajarkan.
3.
Usia
sekolah
Anak usia sekolah Tuhan akan
menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada
mas pubertas , anak akan sering kecewa karena mereka mulai menyadari bahwa
doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan
tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada masa ini anak mulai mengambil
keputusan akan meneruskan atau melepaskan agama yang dianutnya karena
ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang tua berbeda agama akan
memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau tidak memilih satupun dari
agama orangtuanya.
4.
Dewasa
Kelompok dewasa muda yang dihadapkan
pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang
diajarkan padanya waktu kecil dan masukan tersebut dipakai untuk mendidik
anakya.
5.
Usia
pertengahan
Usia pertengahan dan lansia
mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti
nilai agama yang di yakini oleh generasi muda.
Dimensi
spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena
setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat
pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan
mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu
menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid,
2000).
C. MASALAH-MASALAH
SPIRITUAL
Ketika
penyakit,kehilangan atau nyeeri menyerang seseorang,kekuatan spiritual dapat
membantu seseorang ke arah penyembuhan. Distres spiritual dapat berkembang
sejalandengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi,yang
mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolisasi dari
orang lain.
1.
Penyakit Akut
Penyakit
yang mendadak,tidak diperkirakan,yang menghadapkan baik ancaman langsung atau
jangka panjang terhadap kehidupan,kesehatan dan kesejahteraan klien,dapat
menimbulkan distress spiritual yang bermakna. Kemarahan bukan hal yang tidak
wajar,dan klien mungkin mengekspresikannya terhadap Tuhan,keluarga
mereka,dan/atau diri mereka sendiri.
2.
Penyakit Kronis
Seseorang
dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan mengganggu
kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian dapat sangat
terancam,yang menyebabkan ketakutan,ansietas,kesedihan yang menyeluruh.
Kekuatan tentang spiritualitas seseorang dapat menjadi factor penting dalam
cara seseorang menghadapi perubahan yang iakibatkan oleh penyakit kronis.
Keberhasilan dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis
dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup mungkin
terjadi. Mereka yang kuat secara spiritual akan membantuk kembali identitas
diri dan hidup dalam potensi mereka.
3.
Penyakit Terminal
Penyakit
terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri
fisik,ketidaktahuan,kematian,dan ancaman terhadap integritas (Turner et al,
1995). Klien mungkin mempunyai ketidakpastian tentang makna kematian dan dengan
demikian mereka menjadi sangat rentan terhadap distress spiritual. Individu
yang mengalami penyakit terminal sering menemukan diri mereka menelaah kembali
kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya. Penyakit terminal menyebabkan
anggota keluarga mengajukan pertanyaan penting tentang maknanya dan bagaimana
penyakit tersebut akan mempengaruhi hubungan mereka dengan klien. Domain
spiritual (mental-emosi,spiritual dan fisik) dipandang sebagai hal yang penting
dalam hal kesehatan dan mencakup mempunyai hubungan dengan kekuatan yang lebih
tinggi,menghargai mortalitass seseorang,dan menumbuhkan aktualisasi-diri.
4.
Individuasi
Ketika seseorang menjalani hidup mereka,sering
mengajukan pertanyaan untuk menemukan dan memahami diri (mereka) sebagai hal
yang berbeda tetapi juga dalam hubungan dengan orang lain. Psikolog Carl Jung
(Storr,1983) menggambarkan proses ini sebagai individuasi seseorang.juga digambarkan sebagai krisis pertengahan hidup, individuasi umum pada individu usia baya.
Individuasi mungkin didahului oleh rasa kekosongan dalam hidup atau kurang
kemampuan untuk memotivasi diri Individuasi adalah pengalaman manusia yang umum
yang ditandai oleh kebingungan,konflik,keptusasaan dan perasaan hampa.
5.
Pengalaman mendeteksi kmatian
Perawat mungkin menghadapi klien yang telah
mempunyai pengalaman mendekati kematian (NDE/near-death experience). NDE tidak berkaitan dengan kelainan
mental (Basford, 1990). Klien yang telah mengalami NDE sering enggan untuk
mendiskusikan hal ini,mereka berfikir bahwa keluarga atau pemberi perawatan
kesehatan tidak akan memahami isolasi dan depresi dapat terjadi sebagai akibat
tidak menceritakan pengalaman.
D.
PROSES KEPERAWATAN
Berikut
ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid,
2000):
1.
Pengkajian
Ketepatan waktu
pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah pengkajian aspek
psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan
interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya
dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau
dengan orang terdekat dengan pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya.
Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:
a. Pengkajian
data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh
Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup (a) konsep tentang ketuhanan, (b) sumber
kekuatan dan harapan, (c) praktik agama dan ritual, dan (d) hubungan antara keyakinan
spiritual dan kondisi kesehatan.
b. Pengkajian
data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan
melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku,
verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama
dilakukan melalui observasi, Pengkajian tersebut meliputi:
1) Afek
dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi,
marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi?
2) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum
makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan? dan apakah pasien seringkali
mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur
lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama?
3) Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah
ibadah atau topic keagamaan lainnya?, apakah pasien pernah minta dikunjungi
oleh pemuka agama? dan apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian?
4) Hubungan
interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana
pasien berespon terhadap pengunjung? apakah pemuka agama datang mengunjungi
pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan juga
dengan perawat?
5) Lingkungan
Apakah pasien membawa kitab suci atau
perlengkapan ibadah lainnya? apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsure
keagamaan dan apakah pasien memakai tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American
Nursing Diagnosis Association adalah distress spiritual (NANDA,
2006). Pengertian dari distres spiritual adalah kerusakan kemampuan
dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang
dihubungkan dengan din, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau
kekuatan yang lebih besar dari dirinya (NANDA, 2006).
Menurut North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan karakteristik
dari diagnosa keperawatan distress spiritual adalah 1) berhubungan
dengan diri, meliputi; pertama mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan
tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, dan keberanian.
Kedua marah, ketiga rasa bersalah, dan keempat koping buruk. 2) Berhubungan
dengan orang lain, meliputi; menolak berinteraksi dengan pemimpin agama,
menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem
dukungan, mengekspresikan terasing. 3) Berhubungan dengan seni, musik,
literatur dan alam, meliputi; tidak mampu mengekspresikan kondisi kreatif
(bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan
tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama. 4) Berhubungan dengan kekuatan yang
melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi
'alam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan,
tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu pemimpin agama, perubahan
mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu introspeksi dan mengalami
penderitaan tanpa harapan.
Menurut North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) faktor yang
berhubungan dari diagnosa keperawatan distress spiritual adalah;
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan sosial, cemas, deprivasi/kurang
sosiokultural, kematian dan sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan
hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
3.
Perencanaan
Setelah diagnosa
keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi, selanjutnya perawat
dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan asuhan
keperawatan pada pasien dengan distress spiritual difokuskan pada menciptakan
lingkungan yang mendukung praktek keagamaan dan kepercayaan yang biasanya
dilakukan.Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat
pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang
relevan.
Menurut (Kozier,
2005) perencanaan pada pasien dengan distress spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi
kewajiban agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya
dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3)
membantu pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik
dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan,
4) membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang
dihadapinya, 5) meningkatkan perasaan penuhharapan, dan 6) memberikan sumber
spiritual atau cara lain yang relevan.
4.
Implementasi
Pada tahap
implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan
prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut : 1) periksa
keyakinan spiritual pribadi perawat, 2) fokuskan perhatian pada persepsi pasien
terhadap kebutuhan spiritualnya, 3) jangan beranggapan pasien tidak mempunyai
kebutuhan spiritual, 4) mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual
pasien, 5) berespon secara singkat, spesifik, dan aktual, 6) mendengarkan
secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah pasien, dan
7) membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama, 8) memberitahu
pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit. Pada tahap implementasi ini,
perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia
seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang meliputi: 1)
kebutuhan akan kepercayaan dasar, 2) kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, 3)
kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, 4)
kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan
dengan Tuhan, 5) kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa, 6) kebutuhan
akan penerimaan diri dan harga diri, 7) kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan
terhadap harapan masa depan, 8) kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat
yang makin. tinggi sebagai pribadl yang utuh, 9) kebutuhan akan terpeliharanya
interaksi dengan alam dan sesama manusia, 10) kebutuhan akan kehidupan
bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai religius.
Perawat berperan
sebagai communicator bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan
petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan
dalam mengatasi masalah spirituahiya.
Menurut
McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions Classification (NIC),
intervensi keperawatan dari diagnose distres spiritual salah satunya
adalah support spiritual. Definisi support spiritual adalah
membantu pasien untuk merasa seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha
Besar. Adapun aktivitasnya meliputi: 1) buka ekspresi pasien terhadap
kesendirian dan ketidakberdayaan, 2) beri semangt untuk menggunakan
sumber-sumber spiritual, jika diperlukan, 3) siapkan artikel tentang spiritual,
sesuai pilihan pasien, 4) tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien, 5) gunakan
teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan dan
nilai, jika diperlukan, 6) mampu untuk mendengar perasaan pasien, 7)
berekspersi empati dengan perasaan pasien, 8) fasilitasi pasien dalam meditasi,
berdo'a dan ritual keagamaan lainnya, 9) dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien,
dan kembangkan rasa pemanfaatan waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan, 10)
yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat mensupport pasien ketika
sedang menderita, 11) buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian,
dan 12) bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa
marah dengan cara yang baik (McCloskey dan Bulechek, 2006).
5.
Evaluasi
Untuk mengetahui
apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase
perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum
pasien : 1) mampu beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai
berhubungan dengan Tuhan, 3) menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka
dengan pemuka agama, 4) mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya,
dan 5) menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Spiritual dan Religi berperan
penting dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Kebutuhan spiritual adalah
bentuk pemberian asuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan
rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Kebutuhan spiritual klien sering
ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pelayanan atau
asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran spiritual bagi
klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang memenuhi
kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan berhubungan
serta pengampunan (Hamid, 2000).
B. SARAN
Keyakinan dan kepercayaan akan
Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia ini, banyak agama yang
dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap keberadaan
Tuhan. Oleh karena itu, peran perawat harus mampu menghormati keyakinan
pasienya, dan lebih mengingatkan akan jiwa spiritualnya agar tetap ingat kepada
tuhanya dalam apapun kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid
Acir Yani, 1999. Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
Perry
Potter, 2005. Fundamental
Keperawatan. Jakarta: EGC
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar