Jumat, 05 Mei 2017

Kebutuhan Spiritual dalam Pelayanan Kesehatan


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Setiap orang dalam hidupnya pasti akan menghadapi yang namanya masalah, sikap seseorang dalam menghadapi sangat ditentukan oleh keyakinan mereka masing-masing. Keyakinan yang dimiliki setiap orang selalu dikaitkan dengan kepercayaan atau agama. Spiritual, keyakinan dan agama merupakan hal yang berbeda namun seringkali diartikan sama. Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara Spiritual, keyakinan dan agama guna menghindarkan salah pengertian yang akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan spiritual.
Sehubungan dengan beberapa hal diatas, penulis mengangkat judul akan peran penting dari “Kebutuhan Spiritual”. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui lebih mengenai kebutuhan spiritual dalam memberikan pelayanan kesehatan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.   Apa yang dimaksud dengan Konsep spiritual dan religi ?
2.   Bagaiman Perkembangan spiritual ?
3.   Apa saja Masalah-masalah dalam spiritual   ?
4.   Bagaimana Proses keperawatan dalam kebutuhan spiritual  ?

C.    TUJUAN PENULISAN
Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk memahami pengertian tentang Konsep spiritual dan religi
2.      Untuk mengetahui perkembangan spiritual
3.      Untuk memahami masalah-masalah dalam spiritual
4.      Untuk memahami bagaimanakah proses keperawatan dalam spiritual
D.    MANFAAT PENULISAN
Sebagaimana mempunyai tujuan seperti yang tersebut diatas, penulis mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.   Manfaat secara teoristis sangat diharapkan karya ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi para khalayak.
2.    Manfaat Praktis
a.    Bagi Pembaca
     Sebagai bahan wacana yang dapat di gunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam mempelajari makalah model komunikasi Defleur.
b.    Bagi Penulis
     Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dalam penulisan karya tulis ,serta untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang makalah model komunikasi Defleur.
c.    Bagi Penulis lain
     Dapat menjadi bahan yang dapat digunakan sebagai tambahan informasi,dan referensi apabila penulis lain melakukan penelitian serupa agar mampu membuat makalah yang lebih sempurna.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEP SPIRITUAL DAN RELIGI
1.    Konsep Spiritual
a.    Definisi
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.
Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).
b.    Aspek spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan, misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan. (Hawari, 2002).
Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
1)   Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan
2)   Menemukan arti dan tujuan hidup
3)   Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri
4)   Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
c.       Dimensi spiritual
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia. (Kozier, 2004).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut. (Hawari, 2002).

2.    Kebutuhan spiritual
Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berrti bernafas atau angin. Ini berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang (McEwan, 2005).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Achir Yani, 2000).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit  Potter Perry, 2009)
Menurut Burkhardt (1993) spiritual meliputi aspek sebagai berikut:
a.       Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui
b.      Menemukan arti dan tujuan hidup
c.       Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier, 2004).
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari, 2002), yaitu :
a.    Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
b.    Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontat) serta alam sekitaraya
c.    Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
d.   Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
e.    Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
f.     Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g.    Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
h.    Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.
i.      Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesame manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini.
j.      Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-nilai religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu meningkatkan iman orang tersebut.

3.      Pola Normal Spiritual
Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu dipe/rhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien. Keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik.
(Hamid, 2000).
Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi. (Potter & Perry, 2005).
Setiap individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai spiritualitas karena masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda mengenai hal tersebur. Perbedaan definisi dan konsep spiritualitas dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup seseorang, serta persepsi mereka tentang hidup dan kehidupan. Pengaruh tersebut nantinya dapat mengubah pandangan seseorang mengenai konsep spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh (Hawari, 2002).
Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena menemui kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius biasanya berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan.
Konsep religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka. (Hawari, 2002)
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut. (Hawari, 2002)
Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang. Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan selalu mengawasi) atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatu kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti. (Hawari, 2004).
Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap keberadaan Tuhan. Tiap agama yang ada di dunia memiliki karakteristik yang berbeda mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan sesuai dengan prinsip yang mereka pegang teguh. Keyakinan tersebut juga mempengaruhi seorang individu untuk menilai sesuatu yang ada sesuai dengan makna dan filosofi yang diyakininya. Sebagai contoh, persepsi seorang Muslim mengenai perawatan kesehatan dan respon penyakit tentunya berbeda dengan persepsi seorang Budhis. Semua itu tergantung konsep spiritual yang dipahami sesuai dengan keyakinan dan keimanan seorang individu. Konsep spiritual yang dianut atau dipahami oleh seorang klien dapat mempengaruhi cara pandang klien mengenai segala sesuatunya, tak terkecuali dalam bidang kesehatan. Paradigma mengenai sakit, tipe-tipe pengobatan yang dilakukan, persepsi mengenai kehidupan dan makna yang terkandung di dalamnya adalah contoh penerapan konsep spiritual secara normal pada diri seorang individu. Ada beberapa agama yang menerapkan pola normal spiritualnya dengan cara:
a.       Beberapa orang menjadi spiritual setelah usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke kuil, menghadiri wacana-wacana dan membaca bukubuku atau kitab-kitab dianggap sangat spiritual.
b.      Tingkat kedua orang memiliki seorang guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki sadhana. Ini adalah zaman baru modern gaya
c.       Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai dewa dan mereka upsana. Beberapa praktik seni seperti astrologi atau obat atau tari atau music dan kemudian mereka menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.
d.      Beberapa orang menghadiri Bhajan dan kemudian melakukan pelayanan sosial yang juga baik seperi pelayanan kesehatan.
4.      Pola normal spiritual
Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, karena dari pola tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun maladaptif berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi spiritual merupakan dimensi yang sangat penting diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien. Carson (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religious adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya bahwa keimanan diketahui sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan dan pemulihan fisik, yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien.

5.      Karakteristik Spiritual
a.       Hubungan dengan diri sendiri
Kekuatan dalam dan self reliance
1)      Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
2)      Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan, ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri)
b.      Hubungan dengan alami
1)      Mengetahui tentang alam,iklim, margasatwa
2)      Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan melindungi alam
c.       Hubungan dengan orang lain
Harmoni/ Suportif
1)      Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
2)      Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit
3)      Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat) tidak harmonis      
d.      Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis atau tidak agamis
1)      Sembahyang/ berdoa/ meditasi
2)      Perlengkapan keagamaan
3)      Bersatu dengan alam
6.      Hubungan antara spiritual – kesehatan dan sakit
a.       Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh yang perlu dipahami:
1)      Menuntun kebiasaan sehari-hari
praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien, sebagai contoh: ada agama yang menetapkan diet makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan.
2)      Sumber dukungan
pada saat stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya.  sumber kekuatan sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan  sakitnya khususnya jika penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama.
3)      Sumber konflik
Pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Tuhan
b.      Kepercayaan agama tentang kesehatan
Agama/ Budaya
Kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan
Respon terhadap penyakit
Penerapan pada kesehatan dan perawatan
Hindu
Menerima ilmu medis terkini
Dosa masa lalu menyebabkan penyakit
Waktu untuk doa, jimat, ritual, simbol
Shikhism
Menerima ilmu medis terkini
Wanita diperiksa wanita
Melepaskan pakaian dalam merupakan tekanan
Waktu untuk doa, jimat, ritual, symbol
Buddha
Menerima ilmu medis terkini
Menolak pengobatan pada hari suci
Roh non manusia yang menyerang manusia menyebabkan penyakit
Islam
Harus dapat mempraktikkan 5 hukum islam
Terkadang memiliki pandangan kesehatan yang salah
Menggunakan kepercayaan penyembuhan
Tidak melakukan eutanasia
Kesehatan dan spiritual saling berhubungan
Tidak mempertimbangkan transplantasi organ
Yahudi
Mempercayai kesucian hidup
Ibadah hari sabath, menolak pengobatan hari sabath
Eutanasiaa dilarang
Percaya penting hidup sehat
Kristiani
Menerima ilmu medis terkini
Menggunakan doa, kuas penyembuhan
Mendukung donor organ

7.      Manifestasi perubahan fungsi spiritual
a.       Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan  fungsi spiritual, biasanya  akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan.
b.      Perubahan perilaku
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual..  Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Untuk jelasnya berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan spiritual.

TABEL EKSPRESI KEBUTUHAN SPIRITUAL ADAPTIF DAN MALLADAPTIF
Kebutuhan
Tanda pola atau prilaku adaptif
Tanda pola atau prilaku maladaptif
Rasa percaya
Rasa percaya terhadap diri sendiri dan kesabaran
Menerima bahwa yang lain akan mampu memenuhi kebutuhan
Rasa percaya terhadap kehidupan walaupun terasa berat
Keterbukaan terhadap Tuhan
Merasa tidak nyaman dengan kesadaran diri
Mudah tertipu
Ketidakmampuan untuk terbuka dengan orang lain
Merasa bahwa hanya orang tertentu dan tempat tertentu yang aman
Mengharapkan orang tidak berbuat baik dan tidak tergantung
Ingin kebutuhan dipenuhi segera tidak dapat menunggu
Tidak terbuka kepada Tuhan
Takut terhadap maksud Tuhan
Kemampuan memberi maaf
Menerima diri sendiri dan orang lain dapat berbuat salah
Tidak mendakwa atau berprasangka buruk
Memandang penyakit sebagai sesuatu yang nyata
Memaafkan diri sendiri
Memaafkah orang lain
Menerima pengampunan Tuhan.
Pandangan yang realistik terhadap masa lalu
Merasa penyakit sebagai suatu hukuman
Merasa Tuhan sebagai penghukum
Merasa maaf hanya diberikan berdasar prilaku
Tidak menerima diri sendiri
Menyalahkan diri sendari atau orang lain.

                                                                                                     
8.      Peran Perawat Dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Menurut Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 bahwa Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan klien (individu, keluarga dan masyarakat) serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan (Gaffar, 1999).
Dalam hal ini klien dianggap sebagai tokoh utama (central figure) dan menyadari bahwa tim kesehatan pada pokoknya adalah membantu tokoh utama tadi. Usaha perawat menjadi sia-sia bila klien tidak mengerti, tidak menerima atau menolak atas asuhan keperawatan, karenanya jangan sampai muncul klien tergantung pada perawat/tim kesehatan. Jadi pada dasarnya tanggung jawab seorang perawat adalah menolong klien dalam membantu klien dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dia lakukan tanpa bantuan.
Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan klien, diantaranya : Menciptakan rasa kekeluargaan dengan klien, berusaha mengerti maksud klien, berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non verbal, berusaha mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya, berusaha mengenal dan menghargai klien. Mengingat perawat merupakan orang pertama dan secara konsisten selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan pasien, sehingga dia sangat berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Menurut Andrew dan Boyle (2002) pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan hubungan interpersonal, oleh karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai berikut (Hidayat, 2008):
a.       Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
b.      Peran Sebagai Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasian yang meliputi hak atas peleyanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c.       Peran Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah mendapatkan pendidikan kesehatan.
d.      Peran Koordinator
Peran ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e.       Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi, atau bertukar pendapat dalam bentuk pelayanan selanjutnya.
f.       Peran Konsultan
Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g.      Peran Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Untuk itu diperlukan sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah keperawatan, yang dilakukan secara sitematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

B.     PERKEMBANGA SPIRITUAL
Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. Pemenuhan aspek spiritual pada klien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi manusia yang harus dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Dimensi-dimensi tersebut berada dalam suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan interdepensi, sehingga adanya gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya (Carson, 2002).
Perawat harus mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir sampai klien meninggal dunia. Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun, berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang manusia. (Carson, 2002)
Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai klien dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. (Larson, 2009).

1.      Bayi dan todler (1-3 tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan yang mengasuh dan sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan mengenal dunia melalui hubungan dengan lingkungan kususnya orangtua. Bayi dan todler belum memiliki rasa bersalah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut ketempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka.
2.      Prasekolah
Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.anak pra sekolah belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada apa yang diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa yang diajarkan.
3.      Usia sekolah
Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada mas pubertas , anak akan sering kecewa karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan  atau melepaskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang tua berbeda agama akan memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau tidak memilih satupun dari agama orangtuanya.
4.      Dewasa
Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang diajarkan padanya waktu kecil dan masukan tersebut dipakai untuk mendidik anakya.
5.      Usia pertengahan
Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang di yakini oleh generasi muda.
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid, 2000).

C.      MASALAH-MASALAH SPIRITUAL
Ketika penyakit,kehilangan atau nyeeri menyerang seseorang,kekuatan spiritual dapat membantu seseorang ke arah penyembuhan. Distres spiritual dapat berkembang sejalandengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi,yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolisasi dari orang lain.
1.      Penyakit Akut
Penyakit yang mendadak,tidak diperkirakan,yang menghadapkan baik ancaman langsung atau jangka panjang terhadap kehidupan,kesehatan dan kesejahteraan klien,dapat menimbulkan distress spiritual yang bermakna. Kemarahan bukan hal yang tidak wajar,dan klien mungkin mengekspresikannya terhadap Tuhan,keluarga mereka,dan/atau diri mereka sendiri.
2.      Penyakit Kronis
Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian dapat sangat terancam,yang menyebabkan ketakutan,ansietas,kesedihan yang menyeluruh. Kekuatan tentang spiritualitas seseorang dapat menjadi factor penting dalam cara seseorang menghadapi perubahan yang iakibatkan oleh penyakit kronis. Keberhasilan dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup mungkin terjadi. Mereka yang kuat secara spiritual akan membantuk kembali identitas diri dan hidup dalam potensi mereka.
3.      Penyakit Terminal
Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik,ketidaktahuan,kematian,dan ancaman terhadap integritas (Turner et al, 1995). Klien mungkin mempunyai ketidakpastian tentang makna kematian dan dengan demikian mereka menjadi sangat rentan terhadap distress spiritual. Individu yang mengalami penyakit terminal sering menemukan diri mereka menelaah kembali kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya. Penyakit terminal menyebabkan anggota keluarga mengajukan pertanyaan penting tentang maknanya dan bagaimana penyakit tersebut akan mempengaruhi hubungan mereka dengan klien. Domain spiritual (mental-emosi,spiritual dan fisik) dipandang sebagai hal yang penting dalam hal kesehatan dan mencakup mempunyai hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi,menghargai mortalitass seseorang,dan menumbuhkan aktualisasi-diri.
4.      Individuasi
Ketika seseorang menjalani hidup mereka,sering mengajukan pertanyaan untuk menemukan dan memahami diri (mereka) sebagai hal yang berbeda tetapi juga dalam hubungan dengan orang lain. Psikolog Carl Jung (Storr,1983) menggambarkan proses ini sebagai individuasi seseorang.juga digambarkan sebagai krisis pertengahan hidup, individuasi umum pada individu usia baya. Individuasi mungkin didahului oleh rasa kekosongan dalam hidup atau kurang kemampuan untuk memotivasi diri Individuasi adalah pengalaman manusia yang umum yang ditandai oleh kebingungan,konflik,keptusasaan dan perasaan hampa.
5.      Pengalaman mendeteksi kmatian
Perawat mungkin menghadapi klien yang telah mempunyai pengalaman mendekati kematian (NDE/near-death experience). NDE tidak berkaitan dengan kelainan mental (Basford, 1990). Klien yang telah mengalami NDE sering enggan untuk mendiskusikan hal ini,mereka berfikir bahwa keluarga atau pemberi perawatan kesehatan tidak akan memahami isolasi dan depresi dapat terjadi sebagai akibat tidak menceritakan pengalaman.

D.    PROSES KEPERAWATAN
Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada aspek spiritual (Hamid, 2000):
1.      Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting yaitu dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang terdekat dengan pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya. Pengkajian yang perlu dilakukan meliputi:

a.       Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) mencakup (a) konsep tentang ketuhanan, (b) sumber kekuatan dan harapan, (c) praktik agama dan ritual, dan (d) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
b.      Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi, Pengkajian tersebut meliputi:
1)      Afek dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, apatis atau preokupasi?
2)      Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku keagamaan? dan apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
3)      Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topic keagamaan lainnya?, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama? dan apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian?
4)      Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat?
5)       Lingkungan
Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya? apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsure keagamaan dan apakah pasien memakai tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan masalah spiritual menurut North American Nursing Diagnosis Association adalah distress spiritual (NANDA, 2006). Pengertian dari distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan dengan din, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau kekuatan yang lebih besar dari dirinya (NANDA, 2006).
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan karakteristik dari diagnosa keperawatan distress spiritual adalah 1) berhubungan dengan diri, meliputi; pertama mengekspresikan kurang dalam harapan, arti dan tujuan hidup, kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, dan keberanian. Kedua marah, ketiga rasa bersalah, dan keempat koping buruk. 2) Berhubungan dengan orang lain, meliputi; menolak berinteraksi dengan pemimpin agama, menolak berinteraksi dengan teman dan keluarga, mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan terasing. 3) Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi; tidak mampu mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi, mendengar / menulis musik), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama. 4) Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi; tidak mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi 'alam aktifitas agama, mengekspresikan ditinggalkan atau marah kepada Tuhan, tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan, tidak mampu introspeksi dan mengalami penderitaan tanpa harapan.
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2006) faktor yang berhubungan dari diagnosa keperawatan distress spiritual adalah; mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan sosial, cemas, deprivasi/kurang sosiokultural, kematian dan sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang lain.
3.      Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan teridentifikasi, selanjutnya perawat dan pasien menyusun kriteria hasil dan rencana intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada pasien dengan distress spiritual difokuskan pada menciptakan lingkungan yang mendukung praktek keagamaan dan kepercayaan yang biasanya dilakukan.Tujuan ditetapkan secara individual dengan mempertimbangkan riwayat pasien, area beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta data objektif yang relevan.
Menurut (Kozier, 2005) perencanaan pada pasien dengan distress spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien dengan: 1) membantu pasien memenuhi kewajiban agamanya, 2) membantu pasien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara yang lebih efektif untuk mengatasi situasi yang sedang dialami, 3) membantu pasien mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan, 4) membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya, 5) meningkatkan perasaan penuhharapan, dan 6) memberikan sumber spiritual atau cara lain yang relevan.
4.      Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan melakukan prinsip-prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut : 1) periksa keyakinan spiritual pribadi perawat, 2) fokuskan perhatian pada persepsi pasien terhadap kebutuhan spiritualnya, 3) jangan beranggapan pasien tidak mempunyai kebutuhan spiritual, 4) mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual pasien, 5) berespon secara singkat, spesifik, dan aktual, 6) mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah pasien, dan 7) membantu memfasilitasi pasien agar dapat memenuhi kewajiban agama, 8) memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit. Pada tahap implementasi ini, perawat juga harus memperhatikan 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia seperti yang disampaikan oleh Clinebell (Hawari, 2002) yang meliputi: 1) kebutuhan akan kepercayaan dasar, 2) kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, 3) kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, 4) kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan, 5) kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa, 6) kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri, 7) kebutuhan akan rasa aman terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan, 8) kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin. tinggi sebagai pribadl yang utuh, 9) kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia, 10) kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai religius.
Perawat berperan sebagai communicator bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah spirituahiya.
Menurut McCloskey dan Bulechek (2006) dalam Nursing Interventions Classification (NIC), intervensi keperawatan dari diagnose distres spiritual salah satunya adalah support spiritual. Definisi support spiritual adalah membantu pasien untuk merasa seimbang dan berhubungan dengan kekuatan Maha Besar. Adapun aktivitasnya meliputi: 1) buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan, 2) beri semangt untuk menggunakan sumber-sumber spiritual, jika diperlukan, 3) siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien, 4) tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien, 5) gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan dan nilai, jika diperlukan, 6) mampu untuk mendengar perasaan pasien, 7) berekspersi empati dengan perasaan pasien, 8) fasilitasi pasien dalam meditasi, berdo'a dan ritual keagamaan lainnya, 9) dengarkan dengan baik-baik komunikasi pasien, dan kembangkan rasa pemanfaatan waktu untuk berdo'a atau ritual keagamaan, 10) yakinkan kepada pasien bahwa perawat akan dapat mensupport pasien ketika sedang menderita, 11) buka perasaan pasien terhadap keadaan sakit dan kematian, dan 12) bantu pasien untuk berekspresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah dengan cara yang baik (McCloskey dan Bulechek, 2006).
5.      Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil yang ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara umum pasien : 1) mampu beristirahat dengan tenang, 2) mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan, 3) menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama, 4) mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya, dan 5) menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Spiritual dan Religi berperan penting dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Kebutuhan spiritual adalah bentuk pemberian asuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Kebutuhan spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pelayanan atau asuahn keperawatan. Hal ini perawat menjadi contoh peran spiritual bagi klienya. Perawat harus mempunyai pegangan tentang keyakianan spiritual yang memenuhi kebutuhanya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan berhubungan serta pengampunan (Hamid, 2000).

B.     SARAN
Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, peran perawat harus mampu menghormati keyakinan pasienya, dan lebih mengingatkan akan jiwa spiritualnya agar tetap ingat kepada tuhanya dalam apapun  kondisinya.   













DAFTAR PUSTAKA

Hamid Acir Yani, 1999. Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
Perry Potter, 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC 



.


 

 

 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar